Perencanaan Hutan Kota
Perencanaan hutan kota, memerlukan suatu pedoman hirarki perencanaan mulai perencanaan nasional yang berupa pedoman garis besar (guide line) hingga perencanaan untuk kota dengan berbagai ukuran. Kriteria perencanaan hutan kota pada berbagai ukuran dapat kita lihat pada tabel berikut :Pendekatan regulatif
Perencanaan pengembangan yang menggunakan pendekatan regulatif ini mendasarkan pada peraturan perundangan yang ada. Di dalam pengembangan hutan kota yang dipergunakan adalah peraturan pemerintah No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota. Beberapa kriteria yang dipergunakan untuk perencanaan hutan kota antara lain adalah :
- Hutan kota harus dibangun di dalam suatu kota luasnya 10% dari luas kota
- Hutan kota harus suatu hamparan lahan yang kompak dengan luasan minimal 0,25 hektar
- Hutan kota dapat dibangun di lahan negara atau lahan milik yang ditunjuk sebagai hutan kota dengan penetapan oleh pejabat yang berwenang
Pendekatan yang dipergunakan dalam perencanaan ini mendasarkan pada berapa oksigen yang dibutuhkan oleh makhluk hidup yaitu manusia dan hewan. Di samping itu juga beberapa kebutuhan oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran energi dari BBM yang dikonsumsi oleh alat transportasi di kota. Untuk ini menggunakan formula yang dikenalkan oleh Gerrarkis dalam Arifin (1997) sebagai berikut :
Lt = ((Xt + Yt + Zt) m2)/((54)(0,9375))
Dimana :
Lt : luas hutan kota pada tahun t
Xt : jumlah kebutuhan oksigen manusia yang menghuni suatu kota pada tahun t
Yt : jumlah kebutuhan oksigen oleh ternak pada tahun t
Zt : jumlah kebutuhan oksigen oleh pembakaran BBM pada seluruh kendaraan bermotor di kota pada tahun t
54 : konstanta yang menyatakan bahwa setiap m2 suatu lahan per hari mampu menghasilkan bahan kering sebanyak 54 gram
0,9375 : Nilai konstanta yang menunjukan bahwa setiap 1 gram bahan kering setara dengan produksi oksigen sebanyak 0,9375
Pendekatan dalam menetapkan prioritas pengembangan dalam suatu kawasan
Apabila kita telah memperhitungkan berapa luasan hutan kota yang harus ada dalam suatu kota, maka langkah yang harus dilakukan adalah merencanakan bagian kota mana yang harus yang harus dibangun hutan kota. Pada hakekatnya untuk menetapkan prioritas pembangunan hutan kota ini menggunakan parameter cemaran kualitas udara.
Sesuai dengan kondisi lingkungan di perkotaan yang dipergunakan indikatornya adalah cemaran panas (thermal pollution), cemaran parameter yang menentukan tingkat kesehatan udara dengan menggunakan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). Seementara untuk setiap kawasan ditetapkan indeks ketidaknyamanan (discomfortability index). Untuk ini dapat di uraiakn sebangai berikut.
Pendekatan dengan identifikasi adanya pulau panas
Pencemaran yang terjadi di kota dengan adanya gas rumah kaca dan polusi panas yang dihasilkan oleh berbagai sumber cemaran seperti AC, mesin mobil, industri, dan diesel yang ada dalam kota, maka beberapa bagian wilayah diketemukan pulau panas.
Pendekatan dengan menggunakan tingkat kesehatan udara
Dalam Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No 45/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara telah ditetapkan parameter yang diperhitungkan, yaitu Sulfur Dioksida, Carbon Monoksida, Oksidan, Nitrogen Dioksida dan Debu. Kelima parameter ini diamati di setiap kawasan dalam kota selama 24 jam, kemudian dapat diperhitungkan menggunakan formula sebagai berikut.
I = ((Ia – Ib)/(Xa – Xb)) * (Xx – Xb) + Ib
Dimana :
I : ISPU terhitung
Ia : ISPU batas atas
Ib : ISPU batas bawah
Xa : Ambien batas atas
Xb : Ambien batas bawah
Xx : Kadar Ambien nyata hasil pengukuran (dalam ppm atai mg/m3)
Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketemukan bahwa angka di atas 70 kualitas udara telah tidak sehat atau berbahaya bagi kesehatan. Pada kawasan yang nilainya di atas 70 perlu segera dibangun hutan kota.
Pendekatan Indeks ketidaknyamanan (discomfortability indeks)
Dalam setiap kawasan dilakukan pengamatan terhadap suhu dan kelembaban. Setelah data diperoleh maka dipergunakan rumus yang diperkenalkan oleh Giles (1990) sebagai berikut.
DI = Ta – 0,55 (1 – 0,01 RH) (Ta – 14,5)
Dimana :
DI : Discomfortability index
Ta : Rata-rata suhu udara dalam derajat celcius
RH : Kelembaban relatif dalam dalam %
Dengan memasukkan data lapangan ke dalam rumus tersebut dapat diketemukan DI-nya. Kemudian dimasukan ke dalam klasifikasi menurut Giles (1990) sebagai berikut.
Berdasarkan perhitungan DI ini maka kawasan dalam kota yang DI-nya lebih besar dari 29 harus mendapat prioritas pembangunan hutan kota. Sementara yang nilai DI lebih rendah dari 29 mendapat prioritas kedua dan selanjutnya.
No comments:
Post a Comment