Friday 23 November 2012

beam

beam atau dalam bahasa Indonesianya adalah balok T, adalah balok yang pengecorannya dilaksanakan bersamaan dengan pengecoran pelat lantai atau sering disebut (monolit). Sehingga plat beton diperhitungkan sebagai sayap dari balok, dengan lebar sayap tertentu. Secara umum balok T dibagi menjadi 2 yaitu balok pinggir (exterior) dan balok tengah (interior) .

ya gambar di atas saya ambil dari salah satu website teknik sipil di Indonesia, dan kita akan menentukan jumlah tulangan untuk balok T tersebut dapat menahan beban yang bekerja padanya. sebelumnya perilaku balok T apabila terkena momen yang bekerja padanya adalah sebagai berikut :

LEBAR EFEKTIF SAYAP
Pada saat balok menahan beban, tidak semua bagian pelat yang berada diatasnya berdeformasi. Semakin jauh pelat dari sumbu balok semakin kecil konstruksi pelat itu mempengaruhi deformasi balok yang dihasilkan. SNI 2002 pasal 10, 10 mengatur besaran bagian pelat yang dapat diambil sebagai bagian dari balok (atau lebih dikenal dengan lebar efektiv pelat), yaitu :
1. Lebar efektiv pelat lantai adalah ≤ 1/4 bentang balok
2. Lebar efektiv pelat yang diukur dari masing-masing tepi badan balok tidak boleh melebihi nilai terkecil dari :
• 8 kali tebal pelat
• 1/2 jarak bersih antara badan – badan yang bersebelahan
Untuk balok dengan pelat hanya pada satu sisinya saja (balok eksterior), lebar sayap efektiv diukur dari sisi balok tidak boleh melebihi dari :
• 1/12 panjang batang balok
• 6 kali tebal pelat
• 1/2 jarak bersih antara badan-badan balok yang berdekatan
ANALISIS BALOK “T”
Pada umumnya, zona tekan balok “T” berbentuk persegi seperti terlihat pada gambar 4.2b (diatas). Untuk kasus seperti ini, balok “T” tersebut dapat dianalisa sebagai balok persegi dengan lebar “b”. Untk kasus dimana zona tekan berbentuk “T” seperti pada gambar 4.2d (diatas) analisis dapat dilakukan dengan memperhitungkan secara terpisah kontribusi sayap dan badan penampang dalam menahan momen. (gambar dibawah)

Analisis dilakukan secara terpisah sebagai berikut : e = Jarak garis netral
BALOK SAYAP Fy = tegangan leleh baja
Luas zona tekan = (b – bw) hf Fc’= kuat tekan beton
Gaya tekan Cf = 0,85. fc’. (b – bw) hf As = luas tulangan tarik
Syarat keseimbangan , Tf = Cf As’= luas tulanganTekan
Sehingga dengan asumsi fs = fy maka : c = Gaya tekan beton
Asf. fy = 0,85. fc’. (b-bw) hf T = Gayatarik tulangan
sehingga Asf dapat dicari dari persamaan di atas Cs =Gayatekan tulangan
Lengan momen = (d-hf/2)
Mnf = 0,85. fc’. (b-bw) hf (d-hf/2)
atau, Mnf = Asf. fy (d-hf/2)
BALOK BADAN
Luas tulangan tarik badan –> Asw = As – Asf
Gaya tekan , Cw = 0,85. fc’. bw. a
Syarat keseimbangan –> Cw = Tw = Asw . fy
sehingga, a = Asw.fy / 0,85. fc’. bw
Lengan momennya adalah (d-a/2), sehingga :
Mnw = 0,85. fc’. bw. a (d-a/2), atau
Mnw = Asw. fy (d-a/2)
Maka Momen pada balok T adalah = Momen pada balok sayap + Momen pada balok badan
Momen balok T = Mnf + Mnw
PERHITUNGAN APAKAH fs=fy
Pada langkah analisis di depan, fs diasumsikan = fy (tulangan leleh). Asusmsi ini harus dicek, seperti yang pernah dijelaskan pada bab sebelumnya, dengan membandingkan nilai (a/d) hasil perhitungan terhadap nilai(ab/d) yaitu
ab/d = β1. (600/600+fy)
Jika a/d ≤ ab/d , , , maka fs = fy
BATASAN TULANGAN MAXIMUM UNTUK BALOK T
Untuk menjamin perilaku yang daktail, SNI 2002 pasal 12.3 butir 3 mensyaratkan :
ρ ≤ 0,75 ρb
Untuk balok T yang berperilaku seperti balok persegi, perhitungan ρb dapat dihitung menggunakan rumus yang diberikan pada bab sebelumnya. Jika zona kompresi pada balok T berbentuk “T” maka perlu dihitung luas tarik yang berhubungan dengan keruntuhan seimbang (balanced), yaitu :
Asb = Cb/fy –> Cb = 0,85.fc’. [(b-bw)hf+bw.a]
sehingga, A max ≤ Asb
TULANGAN MINIMUM BALOK T
SNI 2002 pasal 12.5 butir 2 mensyaratkan batasan tulangan minimum untuk balok T yaitu
Asmin = (√f’c / 2.fy) bw.d
atau
Asmin = (√f’c / 4.fy) bf.d
Rujukan : Bahan Ajar Struktur berton Dr.Ir Antonius, MT (Dosen Unissula Semarang)
Design balok beton bertulang
design balok beton bertulangnya. ,

b = lebar balok (cm)
h = tinggi balok (cm)
d = tinggi efektif balok (dari atas sampai titik berat tulangan bawah)
notasi “d” atau tinggi efektif umumnya adalah 0,9 h
As = luas tulangan tarik (cm2)
T = gaya tarik tulangan = As . fy
Cc = Gaya tekan beton = 0,85 . fc’ . b.d
a = tinggi blok tegangan beton
Rumus perhitungannya ada dibawah,

kalo yang baru lihat pertama rumus di atas pasti membingungkan, tapi yang sudah pernah lihat dan mendesign pasti sudah nggak asing lagi, memang saya tidak sepandai dosen saya dalam menyampaikan, mungkin kita bisa langsung dalam contoh soalnya saja ya . .

Pertama-tama Cari Momen maksimal dulu la ditengah bentangnya ., q = 1000 kgcm dikalikan bentang 40 cm. = 40000 kgcm . jadi Q = 40000 kg.
Reaksi A dan B adalah 20000 kg atau 20 ton. jadi Mmax = 20000.20 – 20000.10 = 20000 kgcm.
atau bila langsung dengan rumus, 1/8*q*L^2 = 200000 kgcm
ini adalah luas tampang besi dari bermacam2 diameter, dari rumus 1/4*3,14*D^2 , yang sudah dihitung dengan menggunakan excel.,

lalu perhitungan dengan menggunakan rumus diatas saya gunakan excel hingga bertemu dengan jumlah tulangan yang diperlukan, pada bagian terakhir luas tulangan tarik (As) dibagi dengan luas tampang besi yang akan digunakan, sehingga kebutuhan untuk besi tulangan 8,10,12 dan 16 akan berbeda2., silahkan mencoba


NB = rumus omega (ω) itu sebenarnya = 1- (1-2Rn)^0.5


Perhitungan Balok Portal Sederhana
Langsung saja, masih dari materi lanjutan dari Perhitungan pelat lantai sedehana (Part 1) dan (Part 2) , dapat dilihat pertama-tama gambar di bawah :
Keterangan :
Arah panah menunjukkan arah beban pada pelat yang dipikul oleh balok melintang dan balok memanjang.
Arah Melintang Pot. 1 – 1

a) Perhitungan beban
Untuk potongan 1 – 1 perlu dihitung pemindahan beban pelat pada balok pemikul. Pada gambar tampak bahwa beban memusat pada P. P adalah penjumlahan antara beban pelat dan beban balok. Beban pelat terdiri dari beban trapesium dan beban segitiga.Adapun nilai beban-beban tersebut adalah :
• Beban Pelat Trapesium = 0,5 * 0,5 * (ly/lx - 0,5) *q * lx2
• Beban Pelat Segitiga = 0,25 * q * lx2
• Beban Balok = 0,2 * (0,3 – 0,1) (2 + 0,8) * 2,4
Beban balok di atas diperoleh sebagai berikut :
Pengertian balok tulangan rangkap
Yang dimaksud dengan balok tulangan rangkap ialah balok beton yang diberi tulangan pada penampang beton daerah tarik dan daerah tekan. Dengan dipasangnya tulangan pada daerah tarik dan tekan, maka balok lebih kuat dalam hal menerima beban yang berupa momen lentur.
Pada praktik di lapangan, (hampir) semua balok selalu dipasang tulangan rangkap. Jadi balok dengan tulangan tunggal secara praktis tidak ada (jarang sekali dijumpai). Meskipun penampang beton pada balok dapat dihitung dengan tulangan tunggal (yang memberikan hasil tulangan longitudinal saja), tetapi pada kenyatannya selalu ditambahkan tulangan tekan minimal 2 batang, dan dipasang pada bagian sudut penampang balok beton yang menahan tekan.
Tambahan tulangan longitudinal tekan ini selain menambah kekuatan balok dalam hal menerima beban lentur, juga berfungsi untuk memperkuat kedudukan begel balok (antara tulangan longitudinal dan begel diikat dengan kawat lunak yang disebut binddraad), serta sebagai tulangan pembentuk balok agar mudah dalam pelaksanaan pekerjaan beton


.

PERENCANAAN BALOK TULANGAN RANGKAP
1.Pemasangan tulangan balok
Tulangan longitudinal tarik maupun tekan pada balok dipasang dengan arah sejajar sumbu balok. Biasanya tulangan tarik dipasang lebih banyak daripada tulangan tekan, kecuali pada balok yang menahan momen lentur kecil. Untuk balok yang menahan momen lentur kecil (misalnya balok praktis, cukup memasang tulangan tarik dan tulangan tekan masing-masing 2 batang (sehingga berjumlah 4 batang), dan diletakkan pada 4 sudut penampang balok.
Untuk balok yang menahan momen lentur besar, tulangan tarik dipasang lebih banyak daripada tulangan tekan. Keadaan ini disebabkan oleh kekuatan beton pada daerah tarik yang diabaikan, sehingga praktis semua beban tarik ditahan oleh tulangan longitudinal tarik (jadi jumlahnya banyak). Sedangkan pada daerah beton tekan, beban tekan tersebut sebagian besar ditahan oleh beton, dan sisa beban tekan yang masih ada ditahan oleh tulangan, sehingga jumlah tulangan tekan hanya sedikit.
Pada portal bangunan gedung, biasanya balok yang menahan momen lentur besar terjadi di daerah lapangan (bentang tengah) dan ujung balok (tumpuan jepit balok), seperti dilukiskan
(a) Bidang momen (BMD) akibat kombinasi beban pada balok.

Keterangan Gambar =
BMD oleh kombinasi beban:
(1) : D, L dan E(+)/ke kanan.
(2) : D,L.
(3) : D,L dan E(+)/ke kiri
(b) Pemasangan tulangan longitudinal balok



Tampak pada gambar (a) bahwa di lapangan (bentang tengah balok) terjadi momen positif (M(+)), berarti penampang beton daerah tarik berada di bagian bawah, sedangkan di ujung (dekat kolom) terjadi sebaliknya, yaitu terjadi momen negatif (M(-)),berarti penampang beton daerah tarik berada dibagian atas. Oleh karena itu pada gambar (b) di daerah lapangan dipasang tulangan bawah 8D22 yang lebih banyak daripada tulangan atas 4D22, sedangkan di ujung terjadi sebaliknya yaitu dipasang tulangan atas 6D22 yang lebih banyak daripada tulangan bawah 4D22.
Distribusi regangan dan tegangan
Regangan dan tegangan yang terjadi pada balok dengan penampang beton bertulang rangkap dilukiskan seperti gambar (1), (2), dan (3). Pada gambar ini dilengkapi dengan notasi yang akan dipakai pada perhitungan selanjutnya.


Pengenalan torsi
Torsi (twist) atau momen puntir adalah momen yang bekerja terhadap sumbu longitudinal balok/elemen struktur.Torsi dapat terjadi karena adanya beban eksentrik yang bekerja pada balok tersebut.Selain itu,pada umumnya torsi dijumpai pada balok lengkung atau elemen struktur portal pada ruang.Lihat gambar di bawah . .. . .
Pada kasus-kasus tertentu, pengaruh torsi lebih menentukan dalam perencanaan elemen struktur jika dibandingkan dengan pengaruh beban-beban yang lain, misalnya : torsi pada kantilever (gambar(b)) atau torsi pada kanopi (gambar(d)).
Jenis beban torsi
Beban torsi dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu
• Torsi keseimbangan = momen torsi yang timbul karena dibutuhkan untuk keseimbangan struktur, seperti terlihat pada gambar diatas,dari gambar (a) sampai gambar (d).
• Torsi kompatibilitas = Momen torsi yang timbul karena komptabilitas deformasi antara elemen-elemen struktur yang bertemu pada sambungan, seperti gambar dibawah. .

1. Unsur penahan geser
Meskipun elemen beton dapat menahan gaya geser/gaya lintang yang bekerja pada balok, tetapi jika gaya geser tersebut cukup besar(terutama pada daerah ujung balok), maka elemen beton yang arahnya miring (menyudut).Untuk mengatasi retak miring akibat gaya geser maka pada lokasi yang gaya gesernya cukup besar ini diperlukan tulangan khusus, yang disebut tulangan geser.
Sebetulnya retak miring pada balok dapat ditahan dengan 4 unsur, yaitu :
1) Bentuk dan kekasaran permukaan agregat beton (pasir dan kerikil). Bentuk agregat yang tajam/menyudut dan permukaannya kasar sangat kuat menahan geser, karena agregat akan saling mengunci, sehingga mempersulit terjadinya slip (tidak mudah retak) seperti terlihat pada gambar (a). Tetapi jika agregat berbentuk bulat dan permukaannya halus tidak kuat menahangaya geser karena mudah terjadi slip (mudah retak), seperti terlihat pada gambar (b).
2) Retak geser ditahan oleh gaya tarik dan gaya potong ( dowel action ) dari tulangan longitudinal, seperti terlihat pada gambar (c) dan gambar (d).


3) Retak geser ditahan oleh struktur beton
4) Retak geser ditahan oleh gaya tarik tulangan geser, baik berupa tulangan miring maupun tulangan begel, seperti terlihat pada gambar (e) dan (f)


Pemasangan begel balok dilaksanakan dengan melingkupi tulangan longitudinal, dan kedua tulangan tersebut saling diikat dengan kawat binddrad. Dengan demikian, begel tersebut selain berfungsi untuk menahan gaya geser, juga berfungsi mencegah pergeseran tulangan longitudinal akibat gaya potong, sehingga kedudukan longitudinal lebih kuat.
Menurut pasal 13.1.1 SNI 03-2847-2002, pada perencanaan penampang yang menahan gaya geser harus didasarkan pada kuat geser nominal (Vn), yang ditahan oleh 2 macam kekuatan, yaitu : kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser (Vs). Dengan demikian pengaruh kekasaran agregat, gaya tarik dan gaya potong tulangan longitudinal tidak diperhitungkan, sehingga “keamanan” pada perencanaan.
sebenarnya saya ingin menulis tentang struktur balok dengan tulangan rangkap, tapi banyak sekali yang harus ditulis.hehe. yasudah nulis retakan pada balok dulu saja. . .ingat ya tulisan ini saya ambil dari buku balok dan pelat beton bertulang karangan Ir.H Ali Kasroni,MT ,penerbit graha ilmu
Retakan pada balok
Jika ada sebuah balok yang ditumpu secara sederhana (yaitu dengan tumpuan sendi-rol), kemudian di atas balok diberi beban cukup berat, balok tersebut dapat terjadi 2 jenis retakan, yaitu retak yang arahnya vertikal dan retakan yang arahnya miring.
Retak vertikal terjadi akibat kegagalan balok dalam menahan beban lentur, sehingga biasanya terjadi pada daerah lapangan (benteng tengah) balok, karena pada daerah ini timbul momen lentur paling besar. Retak miring terjadi akibat kegagalan balok dalam menahan gaya geser, sehingga biasanya terjadi pada daerah ujung (dekat tumpuan) balok, karena pada daerah ini timbul gaya geser/gaya lintang paling besar.
Retak balok akibat gaya geser
Untuk memberikan gambaran cukup jelas tentang bekerjanya gaya geser/gaya lintang pada balok, diambil sebuah elemen kecil dari beton yang berada di dekat ujung balok, kemudian elemen tersebut diperbesar sehingga dapat dilukiskan gaya-gaya geser di sekitar elemen beton seperti gambar di bawah.
Pada gambar (a), akibat berat sendiri dan beban-beban di atas balok, maka pada tumpuan kiri maupun kanan timbul reaksi (RA dan RB) yang arahnya ke atas, sehingga pada tumpuan kiri terjadi gaya lintang/geser sebesar RA ke a

Gaya lintang RA ini berakibat pada elemen beton (yang diperbesar) pada gambar (b) sebagai berikut :
1. Arah reaksi RA ke atas, sehingga pada permukaan bidang elemen sebelah kiri terjadi gaya geser dengan arah ke atas pula.
2. Karena elemen beton berada pada keadaan stabil, berarti terjadi keseimbangan gaya vertikal pada elemen beton, sehingga pada permukaan bidang elemen sebelah kanan timbul gaya geser ke bawah. Kedua gaya geser pada kedua permukaan bidang (bidang kiri dan kanan) ini besarnya sama.
3. Akibat gaya geser ke atas pada kedua permukaan bidang kiri dan gaya geser ke bawah pada permukaan bidang kanan, maka pada elemen beton timbul momen yang arahnya sesuai dengan arah putaran jarum jam.
4. Karena elemen beton berada pada keadaan stabil, berarti terjadi keseimbangan momen pda elemen beton, sehingga momen yang ada harus dilawan oleh momen lain yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan dengan arah putaran jarum jam.
5. Momen lawan yang arahnya berlawanan dengan arah jarum putaran jam pada item 4) dapat terjadi, jika ada permukaan bidang elemen sebelah atas ada gaya geser dengan arah kiri, dan pada permukaan bidang elemen sebelah bawah ada gaya geser dengan arah ke kanan.Kedua gaya geser terakhir ini besarnya juga sama.
Pada gambar (c), terjadi keadaan berikut :
1. Gaya geser ke atas pada permukaan bidang kiri dan gaya geser ke kiri pada permukaan bidang atas, membentuk resultante R yang arahnya miring ke kiri-atas.
2. Gaya geser ke bawah pada permukaan bidang kanan dan gaya geser ke kanan pada permukaan bidang bawah, juga membentuk resultante R yang arahnya miring ke kanan-bawah.
3. Kedua resultant yang terjadi dari item 1 dan item 2 tersebut sama besarnya, tetapi berlawanan arah dan saling tarik-menarik.
4. Jika elemen beton tidak mampu menahan gaya tarik dari kedua resultant R, maka elemen beton akan retak dengan arah miring, membentuk sudut 45 derajat.
Balok beton bertulang berukuran 300 mm x 500 mm terletak di atas tumpuan sederhana seperti tampak pada gambar diatas .Di atas balok tersebut bekerja beban mati plat (q_dpelat) = 2 kN/m’ dan beban hidup (qL) = 2 kN/m’. Jika berat beton diperhitungkan sebesar 25 kN/m3 , hitunglah momen perlu dan momen nominal untuk perencanaan balok tersebut!
Penyelesaian!!
(a) Menghitung momen perlu balok (Mu balok)
Berat balok = 0,3 x 0,5 x 25 = 3,75 kN/m’
Beban mati :
Beban mati = Berat balok, (q_Dbalok) + Berat plat (q_Dpelat)
= 3,75 kN/m’ + 2,00 kN/m’
= 5,75 kN/m’
Momen akibat beban mati
MD (Momen Dead) = 1/8 * qD * L2 = 1/8 * 5,75 * 82 = 46 kN- m
Momen akibat beban hidup
ML (Momen Life) = 1/8 * qL * L2 = 1/8 * 2 * 82 = 16 kN- m
Momen perlu balok (Mu)
Mu = 1,2 MD + 1,6 ML
= 1,2 (46) + 1,6 (16)
= 80,8 kN-m
Menghitung Mu dengan cara lain :
Beban perlu (qu) = 1,2*qD + 1,6*qL
= 1,2*5,75 + 1,6* 2
= 10,1 kN/m’
Momen perlu (Mu) = 1/8* qu*L2
= 1/8* qu* L2
= 80,8 kN-m
(b)Menghitung momen nominal Mn balok
di dalam Belajar tentang balok dan pelat beton bertulang ( untuk pemula) sudah dijelaskan bahwa kuat rencana minimal sama dengan kuat perlu balok. Kuat perlu ini sudah dihitung yaitu Mu sebesar 80,8 kN-m
Nilai kuat rencana = faktor reduksi kekutan * kuat tekan nominal
Jadi, momen rencana (Mr) = faktor reduksi kekutan * Momen nominal (Mn)
Menurut persamaan diperoleh : Mr > atau = Mu
Jika diambil Mr = Mu = 80,8 kNm, dan faktor reduksi kekuatan untuk (struktur menahan lentur) = 0,80 maka diperoleh
Mn = Mr/ faktor reduksi kekuatan
= 80,8/0,8
= 101 kNm
Jadi, Mn = 101 kNm
1. Pemasangan tulangan longitudinal / memanjang
Fungsi utama baja tulangan pada struktur beton bertulang yaitu untuk menahan gaya tarik. Oleh karena itu pada struktur balok, pelat, fondasi, ataupun struktur lainnya dari bahan beton bertulang, selalu diupayakan agar tulangan longitudinal (memanjang) dipasang pada serat-serat beton yang mengalami tegangan tarik. Keadaan ini terjadi terutama pada daerah yang menahan momen lentur besar (umumnya di daerah lapangan/tengah bentang, atau di atas tumpuan), sehingga sering mengakibatkan terjadinya retakan beton akibat tegangan lentur tersebut.
Tulangan longitudinal ini dipasang searah sumbu batang .Berikut ini diberikan beberapa contoh pemasangan tulangan memanjang pada balok maupun pelat.
2. Pemasangan tulangan geser
Retakan beton pada balok juga dapat terjadi di daerah ujung balok yang dekat dengan tumpuan. Retakan ini disebabkan oleh bekerjanya gaya geser atau gaya lintang balok yang cukup besar, sehingga tidak mampu ditahan oleh material beton dari balok yang bersangkutan. Retakan balok akibat gaya geser dan cara mengatasi retakan geser ini akan dijelaskan lebih lanjut . . .
Agar balok dapat menahan gaya geser tersebut, maka diperlukan tulangan geser yang dapat berupa tulangan miring/tulangan-serong atau berupa sengkang/begel. Jika sebagai penahan gaya geser hanya digunakan begel saja, maka pada daerah yang gaya gesernya besar (mislnya pada ujung balok yang dekat tumpuan) dipasang begel dengan jarak yang kecil/rapat, sedangkan pada daerah dengan gaya geser kecil (daerah lapangan/tengah bentang) dapat dipasang begel dengan jarak yang lebih besar/renggang.

3. Jarak tulangan pada balok
Tulangan longitudinal maupun begel balok diatur pemasangannya dengan jarak tertentu, seperti terlihat pada gambar berikut :
Keterangan gambar :
• Sb = tebal penutup beton minimal (9.7-1 SNI 03-2847-2002).Jika berhubungan dengan tanah/cuaca : Untuk D >atau =16 mm, tebal Sb = 50 mm. ; Untuk D< 16 mm, tebal Sb = 40 mm ; Jika tak berhubungan tanah dan cuaca tebal Sb = 40 mm. • b = Jarak maksimum (as-as) tulangan samping (3.3.6-7 SK SNI T-15-1991-03), diambil < atau = 300 mm dan < atau = balok (1/6) kali tinggi efektif balok.Tinggi efektif = tinggi balok – ds atau d = h – ds • S av = Jarak bersih tulangan pada arah vertikal (9.6-2 SNI 03-2847-2002) diambil > atau = 25 mm, dan > atau = D.
• Sn = Jarak bersih tulangan pada arah mendatar (9.6-1 SNI 03-2847-2002) diambil > atau = 25 mm, dan > atau = D. Disarankan d > atau = 40 mm, untuk tulangan balok.
• D = diameter tulangan longitudinal (mm)
• ds = Jarak titik berat tulangan tarik sampai serat tepi beton bagian tarik, sebaiknya diambil > atau = 60 mm.
4. Jumlah tulangan maksimum dalam 1 baris
Dimensi struktur biasanya diberi notasi b dan h, dengan b adalah ukuran lebar dan h adalah ukuran tinggi total dari penampang struktur.Sebagai contoh dimensi balok ditulis dengan b/h atau 300/500, berarti penampang dari balok tersebut berukuran lebar balok, b = 300 mm dan tinggi balok h = 500 mm.

Keterangan gambar :
• As = luas turangan tarik (mm2)
• As’ = luas tulangan tekan (mm2)
• b = lebar penampang balok (mm)
• c = jarak antara garis netral dan tepi serat beton tertekan (mm)
• d = tinggi efektif penampang balok (mm)
• ds1= Jarak antara titik berat tulangan tarik baris pertama dan tepi serat beton tarik (mm)
• ds2= jarak antara titik berat tulangan tarik baris kedua dengan tulangan tarik baris pertama (mm)
• ds’ = jarak antara titik berat tulangan tekan dan tepi serat beton tekan (mm)
• h = tinggi penampang balok (mm)
Karena lebar balok terbatas pada nilai b, maka jumlah tulangan yang dapat dipasang pada 1 baris (m) juga terbatas. Jika dari hasil hitungan tulangan balok diperoleh jumlah total (n) yang ternyata lebih besar daripada nilai m, maka terpaksa tulangan tersebut harus dipasang pada baris berikutnya. Jumlah tulangan maksimal pada baris (m) tersebut ditentukan dengan persamaan berikut :
keterangan :
• m = jumlah tulangan maksimal yang dapat dipasang pada 1 baris. Nilai m dibulatkan ke bawah, tetapi jika angka desimal lebih besar daripada 0,86 maka dapat dibulatkan ke atas.
• b = lebar penampang balok (mm)
• ds1 = jarak antara titik berat tulangan tarik baris pertama dan tepi serat beton tarik (mm)
• D = diameter tulangan longitudinal balok (mm)
• Sn = jarak bersih antar tulangan pada arah mendatar, dengan syarat lebih besar dari D dan lebih besar dari 40 mm (dipilih nilai yang besar)
Pada persamaan di atas, jika ternyata jumlah tulangan balok (n) > jumlah tulangan per baris (m), maka kelebihan tulangan (n-m) tersebut harus dipasang di baris berikutnya.
Balok tanpa tulangan
Kita tau sifat beton yaitu kuat terhadap gaya tekan tetapi lemah terhadap gaya tarik.Oleh karena itu, beton dapat mengalami retak jika beban yang dipikulnya menimbulkan tegangan tarik yang melebihi kuat tariknya.
Jika sebuah balok beton (tanpa tulangan) ditumpu oleh tumpuan sederhana (sendi dan rol), dan di atas balok tersebut bekerja beban terpusat P serta beban merata q, maka akan timbul momen luar sehingga balok akan melengkung ke bawah. Pada balok yang melengkung ke bawah akibat beban luar ini pada dasarnya ditahan oleh kopel gaya-gaya dalam yang berupa tegangan tekan dan tarik. Jadi pada serat-serat balok bagian tepi atas akan menahan tegangan tekan, dan semakin ke bawah tegangan tersebut akan semakin kecil. Sebaliknya, pada serat-serat bagian tepi bawah akan menahan tegangan tarik, dan semakin ke atas tegangan tariknya akan semakin kecil pula.
Pada tengah bentang (garis netral) , serat-serat beton tidak mengalami tegangan sama sekali (tegangan tekan dan tarik = 0).
Jika beban diatas balok terlalu besar maka garis netral bagian bawah akan mengalami tegangan tarik cukup besar yang dapat mengakibatkan retak pada beton pada bagian bawah.Keadaan ini terjadi terutama pada daerah beton yang momennya besar, yaitu pada lapangan/tengah bentang.
Balok Beton dengan tulangan
Untuk menahan gaya tarik yang cukup besar pada serat-serat balok bagian tepi bawah, maka perlu diberi baja tulangan sehingga disebut dengan “beton bertulang”. Pada balok beton bertulang ini, tulangan ditanam sedemikian rupa, sehingga gaya tarik yang dibutuhkan untuk menahan momen pada penampang retak dapat ditahan oleh baja tulangan. Karena sifat beton yang tidak kuat tehadap tarik, maka pada gambar di atas, tampak bahwa balok yang menahan tarik (di bawah garis netral) akan ditahan tulangan, sedangkan bagian menahan tekan (di bagian atas garis netral) tetap ditahan oleh beton.
Fungsi utama beton dan tulangan
Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa baik beton maupun baja-tulangan pada struktur beton bertulang tersebut mempunyai fungsi atau tugas pokok yang berbeda sesuai dengan sifat bahan yang bersangkutan.Fungsi utama beton yaitu untuk
Fungsi utama beton
• Menahan beban/gaya tekan
• Menutup baja tulangan agar tidak berkarat
Fungsi utama baja tulangan
• Menahan gaya tarik (meskipun kuat juga terhadap gaya tekan)
• Mencegah retak beton agar tidak melebar
Faktor keamanan
Agar dapat terjamin bahwa suatu struktur yang direncankan mampu menahan beban yang bekerja, maka pada perencanaan struktur digunakan faktor keamanan tertentu.Faktor keamanan ini tersdiri dari 2 jenis , yaitu :
1. Faktor keamanan yang bekerja pada beban luar yang bekerja pada struktur, disebut faktor beban.
2. Faktor keamanan yang berkaitan dengan kekuatan struktur (gaya dalam), disebut faktor reduksi kekuatan.
Faktor beban luar/faktor beban
Besar faktor beban yang diberikan untuk masing-masing beban yang bekerja pada suatu penampang struktur akan berbeda-beda tergantung dari kombinasi beban yang bersangkutan. Menurut pasal 11.2 SNI 03-2847-2002, agar supaya struktur dan komponen struktur memenuhi syarat dan layak pakai terhadap bermacam-macam kombinasi beban, maka harus dipenuhi ketentuan kombinasi-kombinasi beban berfaktor sbb :
1. Jika struktur atau komponen hanya menahan beban mati D (dead) saja maka dirumuskan : U = 1,4*D
2. Jika berupa kombinasi beban mati D dan beban hidup L (live), maka dirumuskan : U = 1,2*D + 1,6*L + 0,5 ( A atau R )
3. Jika berupa kombinasi beban mati D,beban hidup L, dan beban angin W, maka diambil pengaruh yang besar dari 2 macam rumus berikut : U = 1,2*D + 1,0*L + 1,6*W + 0,5 ( A atau R ) dan rumus satunya : U = 0,9*D + 1,6*W
4. Jika pengaruh beban gempa E diperhitungkan, maka diambil yang besar dari dua macam rumus berikut : U = 0,9*D + 1*E
Keterangan :
U = Kombinasi beban terfaktor, kN, kN/m’ atau kNm
D = Beban mati (Dead load), kN, kN/m’ atau kNm
L = Beban hidup (Life load), kN, kN/m’ atau kNm
A = Beban hidup atap kN, kN/m’ atau kNm
R = Beban air hujan, kN, kN/m’ atau kNm
W = Beban angin (Wind load) ,kN, kN/m’ atau kNm
E = Beban gempa (Earth quake load), kN, kN/m’ atau kNm, ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-1989-F, Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung, atau penggantinya.
Untuk kombinasi beban terfaktor lainnya pada pasal berikut :
1. Pasal 11.2.4 SNI 03-2847-2002, untuk kombinasi dengan tanah lateral
2. Pasal 11.2.5 SNI 03-2847-2002, untuk kombinasi dengan tekanan hidraulik
3. Pasal 11.2.6 SNI 03-2847-2002, untuk pengaruh beban kejut
4. Pasal 11.2.7 SNI 03-2847-2002, untuk pengaruh suhu (Delta T), rangkak, susut, settlement.
Faktor reduksi kekuatan
Ketidakpastian kekuatan bahan terhadap pembebanan pada komponen struktur dianggap sebagai faktor reduksi kekuatan, yang nilainya ditentukan menurut pasal 11.3 SNI 03-2847-2002 sebagai berikut :
1. Struktur lentur tanpa beban aksial (misalnya : balok), faktor reduksi = 0,8
2. Beban aksial dan beban aksial lentur
• aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur : 0,8
• aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur
1. komponen struktur dengan tulangan spiral atau sengkang ikat : 0,7
2. Komponen struktur dengan tulangan sengkang biasa : 0,65
3. Geser dan torsi : 0,75
4. Tumpuan pada beton, : 0,65
akhirnya selesai juga, males betul nulis yang begituan tapi aku gak papa untuk kalian semua.ntar malah gak tau dasarnya malah repot. . .wkwkwkwk. Lanjut . . . . .

Kekuatan beton bertulang
1. Jenis kekuatan
Menurut SNI 03-2847-2002, pada perhitungan struktur beton bertulang, ada beberapa istilah untuk menyatakan kekuatan suatu penampang sebagai berikut
1. Kuat nominal (pasal 3.28)
2. Kuat rencana (pasal 3.30)
3. Kuat perlu (pasal 3.29)
Kuat nominal (Rn) diartikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur penampang yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi metode perencanaan sebelum dikalikan dengan nilai faktor reduksi kekuatan yang sesuai.Pada penampang beton bertulang , nilai kuat nominal bergantung pada:
• dimensi penampang,
• jumlah dan letak tulangan
• letak tulangan
• mutu beton dan baja tulangan
Jadi pada dasarnya kuat nominal ini adalah hasil hitungan kekuatan yang sebenarnya dari keadaan struktur beton bertulang pada keadaan normal.Kuat nominal ini biasanya ditulis dengan simbol-simbol Mn, Vn, Tn, dan Pn dengan subscript n menunjukkan bahwa nilai-nilai
M = Momen
V = Gaya geser
T = Torsi (momen puntir)
P = Gaya aksial (diperoleh dari beban nominal suatu struktur atau komponen struktur)
Kuat rencana (Rr), diartikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang diperoleh dari hasil perkalian antara kuat nominal Rn dan faktor reduksi kekuatan.Kuat rencana ini juga dapat ditulis dengan simbol Mr, Vr, Tr, dan Pr( keterangan sama seperti diatas kecuali P = diperoleh dari beban rencana yang boleh bekerja pada suatu struktur atau komponen struktur.
Kuat perlu (Ru), diartikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur atau penampang yang diperlukan untuk menahan beban terfaktor atau momen dan gaya dalam yang berkaitan dengan beban tersebut dalam kombinasi beban U.Kuat perlu juga bisa ditulis dengan simbol-simbol Mu, Vu, Tu, dan Pu.
Karena pada dasarnya kuat rencana Rr, merupakan kekuatan gaya dalam (berada di dalam struktur), sedangkan kuat perlu Ru merupakan kekuatan gaya luar (di luar struktur) yang bekerja pada struktur, maka agar perencanaan struktur dapat dijamin keamanannya harus dipenuhi syarat berikut :
Kuat rencanaRr harus > kuat perlu Ru
Prinsip hitungan beton bertulang
Hitungan struktur beton bertulang pada dasarnya meliputi 2 buah hitungan, yaitu hitungan yang berkaitan dengan gaya luar dan hitungan yang berkaitan dengan gaya dalam.
Pada hitungan dari gaya luar, maka harus disertai dengan faktor keamanan yang disebut faktor beban sehingga diperoleh kuat perlu Ru.Sedangkan pada hitungan dari gaya dalam, maka disertai dengan faktor aman yang disebut faktor reduksi kekuatan sehingga diperoleh kuat rencana Rr = Rn * faktor reduksi, selanjutnya agar struktur dapat memikul beban dari luar yang bekerja pada struktur tersebut, maka harus dipenuhi syarat bahwa kuat rencana Rr minimal harus sama dengan kuat perlu Ru.
Prinsip hitungan struktur beton bertulang yang menyangkut gaya luar dan gaya dalam tersebut secara jelas dapat dilukiskan dalam bentuk skematis, seperti gambar berikut :

Bangunan Irigas

Bangunan Irigasi
Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai dalam praktek irigasi antara lain
• Bangunan utama
• Bangunan pembawa
• Bangunan bagi
• Bangunan sadap
• Bangunan pengatur muka air
• Bangunan pernbuang dan penguras
• Bangunan pelengkap
advertisements
Bangunan Utama
Bangunan utama dimaksudkan sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori
• Bendung
• Pengambilan bebas
• Pengambilan dari waduk
• Stasiun pompa
a. Bendung
Bendung adalah adalah bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun melintang sungai atau sudetan yang sengaja dibuat dengan maksud untuk meninggikan elevasi muka air sungai. Apabila muka air di bendung mencapai elevasi tertentu yang dibutuhkan, maka air sungai dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat-ternpat yang mernerlukannya. Terdapat beberapa jenis bendung, diantaranya adalah (1) bendung tetap (weir), (2) bendung gerak (barrage) dan (3) bendung karet (inflamble weir). Pada bangunan bendung biasanya dilengkapi dengan bangunan pengelak, peredam energi, bangunan pengambilan, bangunan pembilas , kantong lumpur dan tanggul banjir.
b. Pengambilan bebas
Pengambilan bebas adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai menyadap air sungai untuk dialirkan ke daerah irigasi yang dilayani. Perbedaan dengan bendung adalah pada bangunan pengambilan bebas tidak dilakukan pengaturan tinggi muka air di sungai. Untuk dapat mengalirkan air secara gravitasi, muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah irigasi yang dilayani.
c. Pengambilan dari waduk
Salah satu fungsi waduk adalah menampung air pada saat terjadi kelebihan air dan mengalirkannya pada saat diperlukan. Dilihat dari kegunaannya, waduk dapat bersifat eka guna dan multi guna. Pada umumnya waduk dibangun memiliki banyak kegunaan seperti untuk irigasi, pembangkit listrik, peredam banjir, pariwisata, dan perikanan. Apabila salah satu kegunaan waduk untuk irigasi, maka pada bangunan outlet dilengkapi dengan bangunan sadap untuk irigasi. Alokasi pemberian air sebagai fungsi luas daerah irigasi yang dilayani serta karakteristik waduk.
d. Stasiun Pompa
Bangunan pengambilan air dengan pompa menjadi pilihan apabila upaya-upaya penyadapan air secara gravitasi tidak memungkinkan untuk dilakukan, baik dari segi teknis maupun ekonomis. Salah satu karakteristik pengambilan irigasi dengan pompa adalah investasi awal yang tidak begitu besar namun biaya operasi dan eksploitasi yang sangat besar.
Bangunan Pembawa
Bangunan pembawa mempunyai fungsi mernbawa / mengalirkan air dari surnbemya menuju petak irigasi. Bangunan pembawa meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan pembawa adalah talang, gorong-gorong, siphon, tedunan dan got miring. Saluran primer biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya. Sedangkan saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang terletak pada petak sekunder tersebut. Berikut ini penjelasan berbagai saluran yang ada dalam suatu sistem irigasi.
• Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.
• Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir
• Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terakhir
• Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terakhir
Bangunan Bagi dan Sadap
Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer, sekunder dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran yang bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini masing-masing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder menuju saluran tersier penerima. Dalam rangka penghematan bangunan bagi dan sadap dapat digabung menjadi satu rangkaian bangunan.
Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada umumnya mempunyai 3 bagian utama, yaitu.
• Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan tinggi pelayanan yang direncanakan
• Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju saluran cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-gorong. Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang masuk saluran dapat diatur.
• Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur besarnya debit yang mengalir.
Bangunan Pengatur dan Pengukur
Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu dilakukan pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran primer), cabang saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka air sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur dimaksudkan untuk dapat memberi informasi mengenai besar aliran yang dialirkan. Kadangkala, bangunan pengukur dapat juga berfungsi sebagai bangunan pangatur.
Bangunan Drainase
Bangunan drainase dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak sawah maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pembuang, sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bangunan pelimpah. Terdapat beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran pembuang kuarter, saluran pembuang tersier, saluran pembuang sekunder dan saluran pembuang primer. Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk :
• Mengeringkan sawah
• Membuang kelebihan air hujan
• Membuang kelebihan air irigasi
Saluran pembuang kuarter menampung air langsung dari sawah di daerah atasnya atau dari saluran pernbuang di daerah bawah. Saluran pembuang tersier menampung air buangan dari saluran pembuang kuarter. Saluran pembuang primer menampung dari saluran pembuang tersier dan membawanya untuk dialirkan kembali ke sungai.
Bangunan Pelengkap
Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap bangunan-bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan pelengkap berfungsi untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan umum. Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul, jembatan penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta bangunan lainnya.

BALOK TERHADAP LENTUR DENGAN TULANGAN TARIK TUNGGAL

BALOK TERHADAP LENTUR DENGAN TULANGAN TARIK TUNGGAL
Juli 21, 2011 duniasipil31 Tinggalkan Komentar Go to comments
Introduction
Dalam merencanakan struktur sebuah konstruksi bangunan (semisal : rumah tinggal dengan 2-3 lantai / kategori rumah mewah), kadangkala karena beberapa pertimbangan tertentu dari segi arsitektural, dimensi balok struktur telah ditentukan sedemikian rupa dan tidak boleh untuk diperbesar, padahal mungkin saja balok tersebut mempunyai bentang cukup besar atau mungkin mengalami kondisi seperti gambar dibawah ini

Keadaan seperti ini bisa saja terjadi, karena kalau kita berbicara mengenai ‘konstruksi rumah tinggal’, mengharap kolom bisa sentris/lurus dari lantai bawah ke lantai atas jelas tidak mungkin sekali, karena posisi kolom didesain mengikuti pola tata ruang dari rumah tersebut
Seperti kita ketahui bersama bahwasanya balok dengan kondisi tubuh “ramping” sangat riskan terhadap bahaya lentur dan memiliki resiko lendutan yang besar, sehingga dikhawatirkan balok tidak dapat memberikan kemampuan layan yang memadai untuk menahan beban-beban diatasnya.
Sebenarnya ada beberapa cara untuk mengatasi masalah diatas, diantaranya adalah dengan memberikan kolom tambahan pada bentang balok tersebut yang berfungsi sebagai penyangga sekaligus untuk memperkecil bentang balok tersebut sehingga otomatis dapat mengurangi lendutan yang terjadi. Cara berikutnya adalah dengan memperbanyak jumlah tulangan balok yang merupakan konsekuensi dari pembatasan ukuran dimensi balok tersebut. lihat ilustrasi dibawah ini.
Cara I ( dengan menambahkan kolom untuk menyangga balok)

Cara diatas adalah cara yang paling ideal, namun jika cara tersebut tidak memungkinkan untuk diterapkan semisal dikarenakan alasan kebutuhan ruang, maka mau tidak mau kita harus memperbesar dimensi balok dan atau memperbanyak jumlah tulangan
Cara II (memperbesar dimensi balok dan memperbanyak jumlah tulangan)

Dari dua cara yang telah diungkapkan diatas, secara pribadi saya lebih suka dengan cara yang pertama, karena apa?,
1. Berbicara tentang struktur rumah tinggal (rumah mewah) maka mengharapkan posisi kolom sentris/lurus dari bawah sampai atas sangat tidak mungkin sekali, malah kenyataan yang kita jumpai adalah ada kolom yang bertengger dibalok (lihat gb diatas). hal ini mengakibatkan transfer pembebananya tidak efektif atau dengan kata lain beban yang seharusnya berakhir pada kolom untuk segera diteruskan ke pondasi masih harus puter-puter dulu ke balok – ke kolom – ke balok lagi, sehingga praktis hal ini harus dihindari. Selain itu kolom yang bertengger/menumpu pada balok sangat tidak ideal karena bisa menimbulkan beban titik/ terpusat yang cukup besar serta momen lentur dan puntir yang besar pula, sehingga dengan penambahan kolom dan dengan penempatan posisi yang tepat (dalam kaitannya menyangga balok) diharapkan dapat mengekonomiskan hasil desain struktur dari balok tersebut.
2. Balok dengan tulangan banyak dengan kondisi badan ramping (dimensi balok dibatasi), space ruang tempat masuk material menjadi berkurang/terbatas (sempit), sehingga dikhawatirkan pada waktu pengecoran, material pembentuk beton tidak bisa masuk secara sempurna, sehingga mengakibatkan betonnya kurang padat. Selain itu, proses pengikatan dan perakitan tulangan tentu saja juga jadi merepotkan, belum lagi pembengkokan, pengangangkutan material dan lain sebagainya.
Ulasan yang saya utarakan diatas adalah sebuah introduksi sebelum pembahasan secara teknis mengenai prosedur perencanaan balok terhadap lentur dengan tulangan tunggal, dan tentu saja untuk posting kali ini saya batasi untuk tulangan tarik saja, sedangkan untuk prosedur perencanaan balok dengan penulangan rangkap akan saya bahas pada posting berikutnya.
Secara garis besar diposting kali ini akan saya jelaskan bagaimana cara mendesain tulangan tarik dari balok jika dimensinya belum diketahui (tidak ditentukan/dibatasi secara arsitektural) dan bagaimana cara mendimensi balok yang dimensinya sudah ditetapkan berdasarkan pertimbangan secara arsitektural.
Baik! mari kita lanjutkan, sekarang perhatikan gambar berikut :
(1) (2) (3)

indeks T menyatakan tension, sedangkan C menyatakan Compression
Keterangan :
Gb (1) : Gambar Balok, yang berwarna biru adalah bagian balok yang mengalami tegangan tekan, sedangkan warna putih dibawahnya adalah bagian serat tarik dari balok.
Gb (2) : Gambar diagram tegangan tekan aktual
Gb (3) : Gambar diagram tegangan tekan efektif
Penurunan perumusan untuk perencanaan balok dengan tulangan tunggal adalah sebagai berikut

Ok! sekarang kita akan menginjak pada contoh kasus.
Kasus (1)
Dimensi (b, h) pada balok sudah diketahui atau ditentukan
(misal : karena adanya persyaratan arsitektural) maka prosedur perencanaannya adalah sebagai berikut :
1. Hitung besarnya momen ultimate (Mu) akibat beban berfaktor
2. Hitung besarnya momen nominal yang dibutuhkan (Mn)
ØMn ≥ Mu
Mn = Mu/Ø
3. Hitung m, m = fy/(0.85 . fc’)
4. Hitung Rn, Rn = Mn/ (b.d2)
5. Hitung rasio tulangan yang diperlukan (ρ)

Jika ρ> 0,75 ρb maka harus memakai tulangan tekan (karena dimensi sudah ditetapkan / tidak boleh diperbesar). Bila dimensi boleh diperbesar, maka sebaiknya dimensi diperbesar karena akan lebih ekonomis bila dibandingkan memakai tulangan tekan.
6. Hitung luas tulangan yang diperlukan (As)
As = ρ .b.d
2. Bila diperlukan, kontrol agar dipenuhi syarat :
ØMn ≥ Mu, Ø = 0.80
Contoh Soal

Balok menahan Beban mati gD = 10,6 Kn/m (sudah termasuk berat sendiri) dan beban hidup gL = 22 Kn/m = 2,2 t/m, mutu beton (fc’) = 20 Mpa, mutu baja tulangan (fy) = 400 Mpa. Karena pertimbangan arsitektural, maka dimensi balok telah ditentukan sebesar (25×65)cm2
Pertanyaan : hitung penulangan balok tersebut !
(Catatan : Besi tulangan yang tersedia dilapangan D19,D25, dan D29)
Jawab :
1. Hitung besarnya momen ultimate (Mu) akibat beban berfaktor
Md = 1/8 (qd) L2 = 1/8 (10.6) (7)2 = 65 KNm
Ml = 1/8 (ql) L2 = 1/8 (22) (7)2 = 135 KNm
Mu = 1.2 (Md) + 1.6 (Ml) = 1.2 (65) + 1.6 (135)
= 78 + 216 = 294 KNm = 294.106 Nmm
2. Hitung momen nominal yang dibutuhkan (Mn)
Mn = Mu / Ø = 294.106 / 0.8 = 367,5 . 106 Nmm
3. Hitung m, dimana m = fy / (0.85 fc’)
m = 400 / (0.85 x 20) = 23.53
4. Hitung Rn, dimana Rn = Mn / (b.d2)

– tebal selimut beton direncanakan = 30 mm
– diameter sengkang direncanakan = 12 mm
– tulangan utama direncanakan = 25 mm (D25)

a = tebal selimut beton
b = diameter sengkang/begel
c = setengah diameter tulangan utama
d = h – a – b – c
= 650 – 30 – 12 – 1/2(25)
= 595.5 mm diambil = 595 mm
Rn = 367,5 . 106 / (250 x 5952) = 4.15
5. Hitung rasio penulangan yang diperlukan


ρ min = 1.4 / fy = 1.4 / (400) = 0.0035 = 0.35%
ρ max = 0.75 ρb = 0.75 ( 0.85 fc’ β1 600)/(fy (600 + fy))
= 0.75 (0.85x20x0,85×600 )/(400(600+400))
= 0.0613 = 1.63 %
ρ min < ρ < ρ max 0.0035 < 0.0121 < 0.0163 6. Hitung luas tulangan yang diperlukan As = ρ . b. d = 0.0121 x 250 x 595 = 1800 mm2 besi tulangan yang ada : D19, D25 dan D29 Luas penampang D19 = 1/4(3.14)(192) = 283.385 mm2 Luas penampang D25 = 1/4(3.14)(252) = 490.625 mm2 Luas penampang D29 = 1/4(3.14)(292) = 660.185 mm2 Jadi : 1. Kalau memakai D19 butuh = 7 buah = 7D19 = 7(283.385) = 1983.695 mm2 > 1800 mm2 ( memenuhi)
2. Kalau memakai D25 butuh = 4 buah = 4D25 = 4(490.625)
= 1962.5 mm2 > 1800 mm2 ( memenuhi)
3. Kalau memakai D29 butuh = 3 buah = 3D29 = 7(660.185)
= 1980.55 mm2 > 1800 mm2 ( memenuhi)
nah… dari beberapa pilihan tersebut terserah anda mau pilih yang mana. tapi kalau saya pribadi lebih suka memilih yang no.3 yaitu besi dengan ukuran 29 berjumlah 3 buah tulangan atau 3D29, karena biar gak ribet dalam pembengkokan dan perakitan tulangan (biar ngirit kawat bendratnya he..he..he), selain itu biar space ruangnya jadi lebar sehingga lebih mudah pada waktu pengecoran dan pemadatan beton.
Ok, sekarang saya pilih 3D29.
- Cek lebar perlu : 2(30) + 2(12) + 3(29) + 2(29) = 229 < 250……(OK!)
- Cek d sebenarnya : 650 – 30 – 12 – (29/2) = 593 ≈ 595……(OK!)
Selesai.
Contoh yang saya lampirkan diatas adalah suatu cara atau prosedur perhitungan menghitung tulangan balok jika dimensinya sudah ditentukan sebelumnya, Nah sekarang bagaimana cara perhitungan tulangan dari sebuah balok jika dimensinya belum diketahui atau belum ditentukan ?….
hal ini akan saya sambung di posting saya berikutnya
About these ads

BAB IV
METODA TAKABEYA

4.1 PENDAHULUAN
Salah satu metoda yang sering digunakan dalam perhitungan konstruksi statis tak tentu, khususnya pada konstruksi portal yang cukup dikenal adalah perhitungan konstruksi dengan metoda TAKABEYA. Dibandingkan dengan metoda yang lain, seperti metoda Cross dan metoda Kani, untuk penggunaan metoda ini terutama pada struktur portal bertingkat banyak merupakan perhitungan yang paling sederhana dan lebih cepat serta lebih mudah untuk dipelajari dan dimengerti dalam waktu yang relatif singkat.
Metoda perhitungan dengan cara Takabeya yang disajikan dalam bagian ini adalah menyangkut materi perhitungan untuk portal dengan titik hubung yang tetap dan portal dengan titik hubung yang bergerak ( pergoyangan). Mengenai hal tersebut, teks ini hanya memberikan dasar-dasar pemahaman tentang metoda Takabeya yang berhubungan dengan portal-portal yang sederhana dengan atau tanpa mengalami suatu pergoyangan. Diharapkan dari dasar-dasar ini, kita sudah dapat menghitung besarnya gaya-gaya dalam berupa momen-momen ujung (momen akhir) dari suatu batang yang menyusun konstruksi portal yang bentuknya sederhana.
Persamaan - persamaan yang digunakan dalam metoda perhitungan ini hanya merupakan persamaan dasar dari Takabeya sendiri, dimana persamaan-persamaan tersebut hanya dapat digunakan khusus untuk portal yang sederhana dan hal-hal yang berhubungan dengan pergoyangan dalam satu arah saja yaitu pergoyangan dalam arah horizontal. Mengenai pergoyangan dalam dua arah ( harizontal dan vertikal) persamaan-persamaan dasar yang digunakan dalam teks ini masih perlu diturunkan lebih lanjut.
Untuk menganalisa struktur portal yang sederhana, bab ini memberikan contoh-contoh perhitungan yang sudah disesuaikan dengan langkah-langkah perhitungan yang sesuai dengan prosedur perhitungan dalam metoda Takabeya. Perhitungan-perhitungan yang dimaksudkan di sini adalah hanya sampai pada bagaimana menentukan momen-momen ujung ( momen akhir ) dari suatu konstruksi. Mengenai reaksi perletakan tumpuan dan atau gaya-gaya lintang dan normal yang terjadi dalam suatu penampang batang serta penggambaran diagram dari gaya-gaya dalam tersebut, sudah dibahas dalam materi perkuliahan pada Mekanika Rekayasa I dan Mekanika Rekayasa II semester sebelumnya.

PERSAMAAN DASAR METODA TAKABEYA
Dalam perhitungan konstruksi portal dengan metoda Takabeya, didasarkan pada asumsi-asumsi Bahwa :
a. Deformasi akibat gaya aksial (Tarik dan Tekan) dan gaya geser dalam diabaikan (= 0 ).
b. Hubungan antara balok-balok dan kolom pada satu titik kumpul adalah kaku sempurna.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka pada titik kumpul akan terjadi perputaran dan pergeseran sudut pada masing-masing batang yang bertemu yang besarannya sebanding dengan momen-momen lentur dari masing-masing ujung batang tersebut. Gambar 4.1 berikut ini, memperlihatkan dimana ujung batang (titik b) pada batang ab bergeser sejauh '' relatif terhadap titik a. Besarnya momen-momen akhir pada kedua ujung batang ( M ab dan M ba) dapat dinyatakan sebagai fungsi dari perputaran dan pergeseran sudut.











Gambar 4.1

Kemudian keadaan pada gambar 4.1 tersebut, selanjutnya diuraikan menjadi dua keadaan seperti terlihat pada gambar 4.2 di bawah ini :







Gambar 4.2
Sehingga menghasilkan suatu persamaan :
M ab =  m ab + ab
M ba =  m ba + ba
Dari prinsip persamaan Slope Deplection secara umum telah diketahui bahwa :
a = a + ab
b = b + ab dan
a = - + ab x 2
b = - + ab x 1
2a + 2b + 3ab
Sehingga :

 m ab = 2 EI/L ( 2a + b - 3ab )
 m ba = 2 EI/L ( 2b + a - 3ab )

Jika I/L = K untuk batang ab, maka :

 m ab = 2 E Kab ( 2a + b - 3ab )
 m ba = 2 E Kab ( 2b + a - 3ab )

Masukkan Persamaan 4. 2 ke dalam persamaan 4. 1 , diperoleh :
M ab = 2 E Kab ( 2a + b - 3ab ) +
M ba = 2 E Kab ( 2b + a - 3ab ) +
Oleh Takabeya, dari persamaan slope deplection ini disederhanakan menjadi :
M ab = kab (2ma + mb + ) +
M ba = kba (2mb + ma + ) +
Dimana :
ma = 2EKa = -6 EK ab
mb = 2EKb kab = Kab/K
Keterangan :
M ab, M ba = Momen akhir batang ab dan batang ba (ton m).
ab, ba = Momen Primer batang ab dan batang ba (ton m).
 mab,  mba = Koreksi momen akibat adanya pergeseran pada titik b sejauh 
a, b = Putaran sudut pada titik a dan titik b
kab = Angka kekakuan batang ab = K ab / K (m3)
kab = Faktor kekauan batang ab = I/L (m3)
K = Konstanta
ma, mb = Momen parsiil masing-masing titik a dan b akibat putaran sudut a dan b disebut momen rotasi di titik a dan titik b (ton m).
ab = Momen parsiil akibat pergeseran titik b relatif terhadap titik a sejauh  disebut momen dispalcement dari batang ab (ton m ).

Perjanjian Tanda
Momen ditinjau terhadap ujung batang dinyatakan positif ( + ) apabila berputar ke kanan dan sebaliknya negatif (- ) apabila berputar ke kiri

Arah momen selalu dimisalkan berputar ke kanan pada tiap-tiap ujung batang dari masing-masing free body. Apabila ternyata pada keadaan yang sebenarnya berlawanan (berputar ke kiri), diberikan tanda negatif ( - ) sesuai dengan perjanjian tanda.

4. 2 PORTAL DENGAN TITIK HUBUNG YANG TETAP
Yang dimaksud dengan portal dengan titik hubung yang tetap adalah suatu portal dimana pada tiap-tiap titik kumpulnya ( titik hubungnya ) hanya terjadi perputaran sudut, tanpa mengalami pergeseran titik kumpul. Sebagai contoh :
• Portal dengan struktur dan pembebanan yang simetris
• Portal dimana baik pada struktur balok maupun kolom-kolomnya disokong oleh suatu perletakan.
Oleh karena portal dengan titik hubung yang tetap tidak terjadi pergeseran pada titik-titik hubungnya, maka besarnya nilai momen parsiil akibat pergeseran titik ( ) adalah = 0. Sehingga rumus dasar dari Takabeya (persamaan 4.4 ) akan menjadi :

M ab = kab (2ma + mb) + ab
M ba = kba (2mb + ma) + ba

Sebagai contoh, penerapan persamaan untuk Takabeya, perhatikan gambar berikut ini :






Berdasarkan rumus dasar dari Takabeya, maka untuk struktur di atas, diperoleh persamaan :




M 12 = k 12 (2ml + m2) + 12
M 1A = k 1A (2m1 + mA) + 1A
M 1C = k 1C (2ml + mC) + 1C
M 1E = k 1E (2m1 + mE) + 1E

Keseimbangan di titik 1 = 0 ==  M1 = 0, sehingga :
M12 + M1A + M1C + M1E = 0 Persamaan 4. 7

Dari persamaan 4.6 dan persamaan 4.7 menghasilkan :
2m1 + + = 0  Pers. 4.8
dimana :
2 = 1 dan = 1 dan
Persamaan 4. 8 di atas dpt ditulis sebagai pers. momen rotasi pada titik kumpul 1 persamaan 4.6 dan persamaan 4.7 menghasilkan :
1.m1 = - 1 +
m1 = - (1/1) +  Persamaan 4.9
Untuk persamaan momen rotasi pada titik kumpul yang lainnya dapat dicari/ ditentukan seperti pada persamaan 4.9 di atas, dimana indeks/angka pertama diganti dengan titik kumpul yang akan dicari dan angka kedua diganti dengan titik kumpul yang berada di seberangnya. Perlu diingat, bahwa pada suatu perletakan jepit tidak terjadi putaran sudut sehingga besarnya mA = mB = mC = mD = mE = mF = 0
Untuk langkah awal pada suatu perhitungan momen rotasi titik kumpul, maka titik kumpul yang lain yang berseberangan dengan titik kumpul yang dihitung, dianggap belum terjadi rotasi. Sehingga :
m1 = m1(0) = -(¬1 / 1)
m2 = m2(0) = -(¬2 / 2)
m1(1) = -(1/1) +
m1(1) = m1(0) +
dan seterusnya dilakukan pada titik 2 sampai hasil yang konvergen (hasil-hasil yang sama secara berurutan pada masing-masing titik kumpul) yang berarti pada masing-masing titik kumpul sudah terjadi putaran sudut.
Setelah pemberesan momen-momen parsiil mencapai konvergen, maka untuk mendapatkan momen akhir (design moment), hasil momen parsiil selanjutnya disubtitusikan dalam persamaan 2. 6 sebagai persamaan dasar. Sebagai contoh : pemberesan momen parsiil dicapai pada langkah ke-7 maka pada titik kumpul 1 adalah :

M12 = M12(7) = k12 (2m1(7) + m2(7)) +
M1A = M1A(7) = k1A (2m1(7) + ma(7)) +

M1C = M1C(7) = k1C (2m1(7) + m2(7)) +
M1D = M1E(7) = k1E (2m1(7) + ma(7)) +

Keseimbangan di titik kumpul 1 = 0 ==  M1 = 0
M12 + M1A + M1C + M1E = 0
Apabila  M1 ≠ 0, maka momen-momen perlu dikoreksi.
Koreksi momen akhir :
M12 = M12 ± [( k12 / ( k12 + k1A + k1C + k1E )) x M]
Berikut ini diberikan beberapa contoh/kasus pada suatu konstruksi portal dengan titik kumpul yang tetap.

Contoh 1 : Hitung momen akhir dan reaksi perletakan dengan metode Takabeya







Penyelesaian:
A.Menghitung Momen-momen Parsiil.

1. Hitung Angka Kekakuan Batang (k)
K1A = I/H = 1/4 = 0,2500 m3
K12 = I/L = 1/6 = 0,1667 m3
K2B = I/H = 1/4 = 0,2500 m3
==Konstanta K diambil =1 m3
Jadi :
k1A = K1A/K = 0,2500, k12 = K12/K = 0,1667, k2B = K2B/K = 0,2500

2. Hitung Nilai p tiap titik hubung :
1 = 2 (k1A+ k12 ) = 2 ( 0,2500 + 0,1667) = 0,8333
2 = 2 ( k12 + k2B ) = 2 ( 0,1667 + 0,2500 ) = 0,8333

3. Hitung Nilai  (Koefisien Rotasi) batang :
1A = k1A / 1 = 0,2500 / 0,8333 = 0,3
12 = k12 / 1 = 0,1667 / 0,8333 = 0,2
21 = k21 / 2 = 0,1667 / 0,8333 = 0,2
2B = k2B / 2 = 0,2500 / 0,8333 = 0,3
4. Hitung Momen Primer ( ) :
= - (1/12.q .L2 + /8 . P.L) = -(1/12.3.62+1/8.4.6) = -12 tm
= 12 tm
5. Hitung Jumlah momen primer tiap titik hubung () :
1 = + = -12 + 0 = -12 tm
2 = + = 12 + 0 = 12 tm
6. Hitung Momen rotasi Awal (m0)
m10 = - (1 / 1) = - (- 12 / 0,8333 ) = 14,40 tm
m20 = - (2 / 2) = - (12 / 0,8333) = -14,40 tm
B. Pemberesan Momen-momen Parsiil
Pemberesan momen parsiil dimulai dari titik 1 ke titik 2 dan kembali ke titik 1 kemudian ke titik 2 dan seterusnya, secara beraturan.
Langkah 1
m11 = m10 + (-12 . m20) = 14,40 + (-0,2 . 14,400) = 11,520
m21 = m20 + (-21 . m21) = -14,40 + (-0,2 . 11,520) = -16,704
Langkah 2
m12 = m10 + (-12 . m21) = 14,40 + (-0,2 . -16,704) = 17,741
m22 = m20 + (-21 . m12) = -14,40 +(- 0,2 . 17,741 ) = -17,948
Langkah 3
m13 = m10 + (-12 . m22) = 14,40 + (-0,2 . -17,948) = 17,990
m23 = m20 + (-21 . m13) = -14,40 + (-0,2 . 17,990) = -17,998
Langkah 4
m14 = m10 + (-12 . m23) = 14,40 + (-0,2 . - 17,998)= 18,000
m24 = m20 + (-21 . m14) = -14,40 + (-0,2 . - 17,998)= -18,000
Langkah 5
m15 = m10 + (-12 . m24) = 14,40 + (-0,2 . -18,000) = 18,000
m25 = m20 + (-21 . m15) = -14,40 + (- 0,2 . 18,000 )= - 18,000

C. Perhitungan Momen Akhir (design moment).
M12 = M12(5) = k12 (2m1(5) + m2(5)) +
= 0,16667 (2. 18,000 + -18,000) + (-12) = -9,000 tm
M1A = M1A(5) = k1A (2m1(5) + mA(5)) +
= 0,2500 (2. 18,000 + 0 ) + 0 = 9,000 tm
M21 = M21(5) = k21 (2m2(5) + m1(5)) +
= 0,16667 (2.-18,000 + 18,000) + (12) = 9,000 tm
M2B = M2B(5) = k2B (2m2(5) + mB(5)) +
= 0,2500 (2.-18,000 + 0 ) + 0 = -9,000 tm
MA1 = MA1(5) = kA1 (2mA(5) + m1(5)) +
= 0,2500 ( 2.0 + 18,000) + ( 0 ) = 4,5000 tm
MB2 = M B2(5) = kB2 (2mB(5) + m2(5) ) +
= 0,2500 ( 2.0 + -18,000) + (0) = -4,5000 tm
Catatan : Oleh karena pada suatu perletakan jepit tidak terjadi perputaran sudut, maka besarnya nilai mA = mB = 0.
Diagram Fase Body Momen Struktur.














Reaksi Perletakan :
M1 = 0 ( tinjau batang 1 A )
HA = HA1 = (MA1 + M1A) / 4 = ( 4,500 + 9,00 ) / 4 = 3,375 ton ( arah ==)

M2 = 0 ( tinjau batang 2 B )
HB =HB2 = (MB2 + M2B) / 4 = ( 4,500 + 9,00 ) / 4 = 3,375 ton ( arah == )

M2 = 0 ( tinjau batang 1 2 )
V12 . 6 - P . 3 – ½ q L2 + M21 – M12 = 0
V12 = (P . 3 + ½ q L2 - M21 – M12) / 6
V12 = (4 . 3 + ½ . 3 . 62 - 9,000 + 9,000 ) / 6 = 11,000 ton
VA = VA1 = V12 = 11,000 ton

M1 = 0 ( tinjau batang 1 2 )
-V21 . 6 + P . 3 + ½ q L2 + M21 – M12 = 0
V21 = ( P . 3 + l/2 q L2 + M21 – M12 ) / 6
V21 = ( 4 . 3 + ½ . 3 . 62 + 9,000 - 9,000 ) / 6 = 11,000 ton
VB = VB2 = V21 = 11,000 ton

Catatan : Arah momen pada diagram freebody di atas sudah merupakan arah yang sebenarnya, sehingga nilai momen yang digunakan dalam perhitungan sudah merupakan nilai positif (+).
Contoh 2 :

Suatu portal dengan struktur dan pembebanan yang simetris, seperti gambar disamping, dengan masing-masing nilai / angka-angka kekakuan batang (k) langsung diberikan ( setelah faktor kekakuan Kab dibagi dengan konstanta K )

k1A = k16 = k3C = k34 = 1
k12 = k23 = k65 = k54 = 0,75
k2B = k25 = 1,5
Hitunglah momen-momen ujung batang dengan metoda takabeya.
Penyelesaian :
A. Menghitung momen-momen parsiil.
1. Angka kekakuan batang (diketahui)
2. Nilai  tiap titik hubung
1 = 2 ( 1+0,75+ 1) = 5,5
2 = 2 (1,5 + 0,75 + 1,5 + 0,75) = 9
3 = 2 (l + 0,75 + l) = 5,5
4 = 2 (l+0,75) = 3,5
5 = 2 (1,5 + 0,75 + 0,75 ) = 6
6 = 2 (l+0,75) = 3,5

3. Nilai  (koefisien rotasi) batang pada titik hubung

1A =1/5,5 = 0,1818 2B= 1,5/9 = 0,1667
3C = 1/5,5 = 0,1818
12 = 0,75/5,5 = 0,1364 21 = 0,75 / 9 = 0,0833
32 = 0,75/5,5 = 0,1364 23 = 0,75 / 9 = 0,0833
16 = 1/5,5 = 0,1818 61 = 1/3,5 = 0,2857
43 = 1/3,5 = 0,2857 34 = 1/5,5 = 0,1818
52 = 1,5 /6 = 0,2500 25 = 1,5 / 9 = 0,1667
45 = 0,75/3,5 = 0,2143 54 = 0,75 /6 = 0,1250
65 = 0,75/3,5 = 0,2143 56 = 0,75 /6 = 0,1250

4. Momen primer batang ( )
= -l/12 .6 .52 = -12,5 tm = -l/12 . 6.52 = -12,5 tm
= 12,5 tm = 12,5 tm
= -1/12 . 3.52 = - 6,25 tm = -1/12 . 3.52 = - 6,25 tm
= 6,25 tm = 6,25 tm

5. Jumlah momen primer tiap titik hubung ()
1 = 0 + (-12,5) + 0 = -12,5 4 = 0 +6,25 = 6,25
2 = 0 + 12,5 + (-12,5) + 0 = 0 5 = 0 +(-6,25) +6,25 = 0
3 = 0 + 12,5 + 0 = 12,5

6. Momen rotasi awal (m
m10 = -(-12,5/5,5) = 2,2727 m40 = -(6,25/3,5) = -1,7857
m20 = - (0 / 9 ) = 0 m50 = - ( 0 / 5,5) = 0
m30 = -(12,5/5,5) = -2,2727 m60 = -(-6,25/3,5) =1,7857





B. Pemberesan Momen Parsiil.
Pemberesan momen parsiil dimulai secara berurutan mulai dari titik (1) ke titik (2), (3), (4), (5), (6) dan kembali ke titik (1), (2), (3), (4), (5) dan seterusnya.


m11 = + m10 = 2,2727
= + (-¬12) (m20) (-0,1364) ( 0 ) = 0
= + (-¬16) (m60) (-0,1818) ( 1,7857 ) = -0,3246
m11 = 1,9481

m21 = + m20 = 0
= + (-¬21) (m11) (-0,0833) ( 1,9481 ) = -0,1623
= + (-¬23) (m30) (-0,0833) ( -2,2727 ) = 0,1893
= + (-¬25) (m50) (-0,1667) ( 0 ) = 0
m21 = 0,027

m31 = + m30 = -2,2727
= + (-¬32) (m21) (-0,1364) ( 0,027 ) = -0,0037
= + (-¬34) (m40) (-0,1818) ( -1,7857 ) = 0,3246
m31 = -1,9517

m41 = + m40 = -1,7857
= + (-¬43) (m31) (-0,2857) ( -1,9517 ) = 0,5576
= + (-¬45) (m50) (-0,2143) ( 0 ) = 0
m41 = -1,2281

m51 = + m50 = 0
= + (-¬54) (m41) (-0,1250) ( -1,2281 ) = 0,1535
= + (-¬52) (m21) (-0,2500) ( 0,0270 ) = -0,0068
= + (-¬56) (m60) (-0,1250) ( 1,7857 ) = -0,2232
m51 = -0,0765

m61 = + m60 = 1,7857
= + (-¬65) (m51) (-0,2143) ( -0,0765 ) = 0,0164
= + (-¬61) (m11) (-0,2857) ( 1,9481 ) = -0,5566
m61 = 1,2455

Untuk selanjutnya berikut ini diperlihatkan perhitungan secara skematis:





m60 = 1.7857 m50 = 0.0000 m40 = -1.7857
m61 = 1.2455 m51 = -0.0765 m41 = -1.2281
m62 = 1.2041 m52 = -0.0090 m42 = -1.1836
m63 = 1.1994 m53 = -0.0013 m43 = -1.1959
m64 = 1.1988 m54 = -0.0003 m44 = -1.1982
m65 = 1.1987 m55 = -0.0001 m45 = -1.1986
m66 = 1.1987 m56 = 0.0000 m46 = -1.1986
m67 = 1.1986 m57 = 0.0000 m47 = -1.1986
m68 = 1.1986 m58 = 0.0000 m48 = -1.1986






m10 = 2.2727 m20 = 0.0000 m30 = -2.2727
m11 = 1.9481 m21 = 0.0270 m31 = -1.9517
m12 = 2.0426 m22 = 0.0052 m32 = -2.0501
m13 = 2.0531 m23 = 0.0013 m33 = -2.0577
m14 = 2.0545 m24 = 0.0005 m34 = -2.0554
m15 = 2.0547 m25 = 0.0001 m35 = -2.0549
m16 = 2.0548 m26 = 0.0000 m36 = -2.0548
m17 = 2.0548 m27 = 0.0000 m37 = -2.0548
m18 = 2.0548 m28 = 0.0000 m38 = -2.0548


C. Perhitungan Momen Akhir (design moment).
Dari hasil perhitungan pemberesan momen parsiil secara skematis pada halaman depan, dicapai hasil konvergensi pada langkah ke - 8 , dengan nilai-nilai sebagai berikut:
m18 = 2,0548 m28 = 0,0000 m38 = -2,0548
m48 = -1,1986 m58 = 0,0000 m68 = 1,1986
Untuk perhitungan besarnya momen-momen akhir dari struktur, selanjutnya dilakukan sebagai berikut:
Titik. 1
M1A = k1A (2m1(8) + mA(8)) + = 1 (2 . 2,0548 + 0 ) + 0 = 4,1096 tm
M12 = k12 (2m1(8) + m2(8)) + = 0,75 (2 . 2,0548 + 0 ) + (-12,50) = -9,4178 tm
M16 = k16 (2m1(8) + m6(8)) + = 1 (2 . 2,0548 + 1,1986 ) + 0 = 5,3082 tm
M = 0 tm
Titik. 2
M2B = k2B (2m2(8) + mB(8)) + = 1,5 (2 .0 + 0 ) + 0 = 0 tm
M21 = k21 (2m2(8) + m1(8)) + = 0,75 (2 . 0 + 2,0548) + 12,50 = 14,0411 tm
M23 = k23 (2m2(8) + m3(8)) + = 0,75 (2 . 0 + 2,0548) + (-12,50) =-14,0411 tm
M25 = k25 (2m2(8) + m5(8)) + = 1,5 (2 .0 + 0 ) + 0 = 0 tm
M = 0 tm
Titik. 3
M3C = k3C (2m3(8) + mC(8)) + = 1 (2 .(-2,0548) + 0)) + 0 = -4,1096 tm
M32 = k32 (2m3(8) + m2(8)) + = 0,75 (2 .(-2,0548) + 0) + 12,50 = 9,4178 tm
M34 = k34 (2m3(8) + m4(8)) + = 1 (2 .(-2,0548) + (-1,1986)) + 0 =-5,3082 tm
M = 0 tm
Titik. 4
M43 = k43 (2m4(8) + m3(8)) + = 1 (2 .(-1,1986) + (-2,0548)) + 0 = -4,4520 tm
M45 = k45 (2m4(8) + m5(8)) + = 0,75 (2 .(-1,1986) + 0) + 6,25 = 4,4520 tm
M = 0 tm
Titik. 5
M52 = k52 (2m5(8) + m2(8)) + = 1,5 (2 .0 + 0 ) + 0 = 0 tm
M54 = k54 (2m5(8) + m4(8)) + = 0,75 (2 .0 + (-1,1986)) + (-6,250) = -7,1490 tm
M56 = k56 (2m5(8) + m6(8)) + = 0,75 (2 .0 + 1,1986) + 6,250 = 7,1490 tm
M = 0 tm
Titik. 6
M61 = k61 (2m6(8) + m1(8)) + = 1 (2 . 1,1986 + 2,0548) + 0 = 4,4520 tm
M65 = k65 (2m6(8) + m5(8)) + = 0,75 (2 . 1,1986 + 0) + (-6,25) = -4,4520 tm
M = 0 tm
Titik. A
MA1 = kA1 (2mA(8) + m1(8)) + = 1 (2 . 0 + 2,0548 ) + 0 = 2,0548 tm

Titik. B
MB2 = kB2 (2mB(8) + m2(8)) + = 1,5 (2 . 0 + 0 ) + 0 = 0 tm

Titik. C
MC3 = kC3 (2mC(8) + m3(8)) + = 1 (2 . 0 + (-2,0548)) + 0 = -2,0548 tm
Gambar diagram freebody moment































Catatan : Nilai Momen disesuaikan dengan arahnya

Analisa sumbu simetri dari suatu struktur dan pembebanan yang simetris.
Suatu struktur dengan pembebanan yang simetris dapat dianalisa sebagian dari struktur tersebut berdasarkan sumbu simetrinya. Untuk analisa seperti ini, tergantung apakah sumbu simetri dari struktur tersebut tepat berada pada tumpuan / kolom tengah (bentangan genap) atau sumbu simetri berada pada bentangan tengah (bentangan ganjil).
Untuk struktur dengan bentang genap, persamaan-persamaan yang ada pada halaman depan dapat digunakan sedangkan untuk struktur dengan bentangan ganjil, persamaan yang ada tersebut, haruslah dikoreksi terutama pada hal-hal yang berhubungan dengan bentangan tengah tersebut.
Berikut ini diperlihatkan satu contoh struktur dengan bentangan ganjil, angka- angka kekakuan batang langsung pada masing-masing batang pada gambar di bawah ini. Untuk dapat memahami analisa seperti ini, coba perhatikan langkah-langkah penyelesaian yang akan diuraikan sebagai berikut :

Contoh. 3 :













A. Menghitung Momen Parsiil.
1. Angka Kekakuan (k) = diketahui (lihat gambar)
2. Hitung Nilai  tiap titik hubung.
1 = 2 (k1A + k12) = 2 (1 + 1,5) = 5
2 = 2(k21+k2B+k23) = 2(1,5 +1+1,5) = 8  p’2 = 2 – k23¬ = 6,5
3. Hitung Nilai  (Koefisien rotasi) batang.
1A = k1A/1 = 1/5 = 0,200
12 = kl2/1 = 1,5/5 = 0,300
’21 = k21/’2 = 1,5/6,5 = 0,231
’2B = k2B/’2 = 1/6,5 = 0,154
’23 = k23/’2 = 1,5/6,5 = 0,231
4. Hitung Momen Primer ( )
= -1/12 . q . L2 = -1/12 . 3 . 42 = -4 tm  = 4 tm
= -1/8 P. L = -1/8 . 4 . 3 = -1,5 tm  =1,5 tm
5. Hitung Jumlah momen primer tiap titik hubung ( )
1 = + = -4 + 0 = -4 tm
2 = + + = 4 + 0+ (-1,5) = 2,5 tm
6. Hitung Momen rotasi Awal ( m0)
m10 = -(1 / 1) = - (-4 / 5) = 0,8000 tm
m20 = -(2 / ’2) = - (2,5 / 6,50) = -0,3846 tm

B. Pemberesan Momen-momen Parsiil
Pemberesan momen parsiil dimulai dari titik 1 ke titik 2 dan kembali ke titik 1 kemudian ke titik 2 dan seterusnya, secara berurutan.
Langkah 1
m11 = m10 + (-12 . m20) = 0,800 + (-0,3 .(-0,3846)) = 0,91538
m21 = m20 + (-21 . m11) =-0,3846 + (-0,231 .0,91538) = -0,59605
Langkah 2
m12 = m10 + (-12 . m21) = 0,800 + (-0,3 .(- 0,59605)) = 0,97882
m22 = m20 + (-’21 . m12) =-0,3846 + (-0,231 . 0,97882) = -0,61071
Langkah 3
m13 = m10 + (-12 . m22) = 0,800 + (-0,3 .(- 0,61071)) = 0,98321
m23 = m20 + (-’21 . m13) =-0,3846 + (-0,231 . 0,98321) = -0,61172
Langkah 4
m14 = m10 + (-12 . m23) = 0,800 + (-0,3 .(- 0,61071)) = 0,98321
m24 = m20 + (-’21 . m14) =-0,3846 + (-0,231 . 0,98351) = -0,61179
Langkah 5
m15 = m10 + (-12 . m24) = 0,800 + (-0,3 .(- 0,61179)) = 0,98354
m25 = m20 + (-’21 . m15) =-0,3846 + (-0,231 . 0,98354) = -0,61180
Langkah 6
m16 = m10 + (-12 . m25) = 0,800 + (-0,3 .(- 0,61180)) = 0,98354
m26 = m20 + (-’21 . m16) =-0,3846 + (-0,231 . 0,98354) = -0,61180
Langkah 7
m17 = m10 + (-12 . m26) = 0,800 + (-0,3 .(- 0,61180)) = 0,98354
m27 = m20 + (-’21 . m17) =-0,3846 + (-0,231 . 0,98354) = -0,61180

C. Perhitungan Momen Akhir (design moment)


Titik. 1
M1A = k1A (2m1(7) + mA(7) + = 1 (2 . 0,98354 + 0) + 0 = 1,96708tm
M12 = k12(2m1(7)+ m2(7)+ =1,5(2 .0,98354+(-0,61180)+(-4) = -1,96708 tm
M = 0 tm
Titik. 2
M21 = k21(2m2(7) + m1(7) + = 1,5 (2 .(0,6118)+ 098354) + 4 = 3,63991 tm
M2B = k2B (2m2(7) + mB(7) + = 1 (2 . (-0,6118) + 0) + 0 = -1,22360 tm
M23 = k23 (m2(7) + = 1,5 (-0,6118) + (-1,5) = -2,41770 tm
M = -0,00139 tm

Pada titik 2 perlu koreksi momen sebagai berikut:

M21 = 3,63991 – (1,5 / 4) . (-0,00139) = 3,64043
M2B =-1,22360 – (1 / 4) . (-0,00139) = -1,22325 M = 0 tm
M23 =-2,41770 – (1,5 / 4) . (-0,00139) = -2,41718

MA1 = kA1 (2mA(7) + m1(7) + = 1 (2 . 0 + 0,98354) + 0 = 0,98354tm
MB2 = kB2 (2mB(7) + m2(7) + = 1 (2 . 0 + (-0,61180)) + 0 = -0,61180 tm

Catatan:
Harga-harga momen akhir ( design moment ) pada bagian kanan sumbu simetri hasilnya sama simetris dengan sebelah kiri sumbu simetri ( sama besar tetapi mempunyai arah yang berlawanan).
Perhatikan diagram free body pada halaman berikut ini:













Gambar diagram freebody moment



























Catatan : Nilai Momen disesuaikan dengan arahnya






4.3 PORTAL DENGAN TITIK HUBUNG YANG BERGERAK
Yang dimaksud dengan portal dengan titik hubung yang bergerak adalah portal dimana pada masing-masing titik hubungnya terjadi perputaran sudut dan pergeseran (pergoyangan). Umumnya suatu konstruksi portal bertingkat mempunyai pergoyangan dalam arah horizontal saja. Beban-beban horizontal yang bekerja pada konstruksi, dianggap bekerja pada regel-regel (pertemuan balok dengan kolom tepi) yang ada pada konstruksi tersebut. Untuk menganalisa konstruksi portal dengan titik hubung yang bergerak, persamaan-persamaan 4.1 sampai dengan persamaan 4.4 pada halaman depan tetap digunakan. Disamping persamaan-persamaan tersebut, persamaan-persamaan yang berhubungan dengan pengaruh pergoyangan berikut ini juga akan sangat membantu dalam penyelesaian dari struktur portal bergoyang tersebut.

Momen Displacement ( ).
Besarnya nilai dipengaruhi oleh jumlah tingkat yang ada pada struktur portal. Coba perhatikan portal (gambar 4.4), dengan freebody tingkat atas dan bawah pada gambar 4.4a dan 4.4b berikut ini :













Gambar 4.4
Dari freebody pada gbr 4.4a dan 4.4b, diperoleh persamaan sebagai berikut :

Freebody 4-5-6  H=0  W1 = H4+ H5+ H6 ----- Pers. 4.11

Freebody 1-6 M6 = 0  + h1 . H6 = 0 ----- Pers. 4.12
Freebody 2-5 M5 = 0  + h1 . H5 = 0 ----- Pers. 4.13
Freebody 3-4 M4 = 0  + h1 . H4 = 0 ----- Pers. 4.14

Dari persamaan 4.11 s/d 4.14, diperoleh :

+ + + h1 . (W1) = 0 ----- Pers. 4.15
Bila dimasukkan harga-harga pada persamaan 4.4, maka :
M61 = k16 (2m6 + m1 + )
M16 = k16 (2m1 + m6 + )

= 3 k16 { m1 + m6 } + 2 k16. -------- Persamaan 4.16a
= 3 k25 { m2 + m5 } + 2 k25. -------- Persamaan 4.16b
= 3 k34 { m3 + m4 } + 2 k34. -------- Persamaan 4.16c
Catatan : = m16 = m25 = m34

Dari persamaan 2.16a, 2.16b, 2.16c, maka persamaan 2.15 dapat dituliskan menjadi:

2 = -h1 (W1) + ---- Pers. 2.17


Jika : = t16
2 = TI dan = t25 ------- Pers. 4.18
= t34

Maka Persamaan 4.17 dapat dituliskan menjadi:

= - ------- Persamaan 4.19
Persamaan 4. 19 disebut persamaan momen displacement pada tingkat atas.
Langkah perhitungan untuk momen displacement dilakukan pertama-tama dengan anggapan bahwa pada titik-titik kumpul belum terjadi perputaran sudut (m4 = m5 = m6 = 0) sehingga persamaan tersebut ( persamaan 4.19 ) menjadi :

= - -------- Persamaan 4.20
Dengan cara yang sama ( lihat gambar 2.4c ), maka persamaan momen displacement untuk tingkat bawah akan diperoleh :

2 = -h2 (W1 +W2)+ ----- Pers. 4.21
Jika :
= t1A
2 = TII dan = t2B -------- Pers. 4.22
= t3C
Maka Persamaan 4.17 dapat dituliskan menjadi:
= - ------ Persamaan 4.23
Persamaan 4. 23 tersebut di atas disebut persamaan momen displacement pada tingkat bawah. Langkah perhitungan untuk momen displacement ini dilakukan pertama-tama dengan anggapan bahwa pada titik-titik kumpul belum terjadi perputaran sudut (m¬1= m2 = m3 = 0) dan pada titik A, B, C dengan mA, mB dan mC sama dengan 0 ( nol ) sehingga persamaan tersebut ( persamaan 4.23 ) menjadi:

= - -------- Persamaan 4.24
Berikut ini diperlihatkan contoh penerapan persamaan-persamaan dari takabeya serta analisa / penyelesaian contoh soal yang ada.
Contoh. 4 :
Suatu portal dengan struktur dan pembebanan seperti gambar di samping, dengan masing-masing nilai / angka-angka kekakuan batang (k) langsung diberikan (setelah faktor kekakuan Kab dibagi dengan konstanta K )
k1A= k16 = k30 = k34 = 1
k12 = k23 = k65 = k54 = 0,75
k2B = k25 = 1,5
Hitunglah momen-momen ujung batang dengan metoda takabeya.

Penyelesaian:
A. Menghitung momen-momen parsiil.
1. Angka kekakuan batang (diketahui pada gambar struktur)
2. Nilai , , M primer,  dan momen rotasi awal (m0)
 perhitungan dapat anda lihat pada contoh. 2 sebelumnya :
1 = 5,5 3 = 5,5 5 = 6
2 = 9 4 = 3,5 6 = 3,5

1A = 0,1818 2B = 0,1667 23 = 0,0833 3C = 0,1818
12 = 0,1364 21 = 0,0833 25 = 0,1667 32 = 0,1364
16 = 0,1818 34 = 0,1818

= -12,5 tm = -12,5 tm = -6,25 tm = -6,25 tm
= 12,5 tm = 12,5 tm = 6,25 tm = 6,25 tm

¬1 = -12,5 ¬3 = 12,5 ¬5 = 0
¬2 = 0 ¬4 = 6,25 ¬6 = -6,25

m10 = 2,2727 m30 = -2,2727 m50 = 0
m20 = 0 m40 = -1,7857 m60 = 1,7857

B. Momen Displacement.
Tingkat atas  TI = 2 (k16 + k25 + k34) = 2 (1+1,5 + 1) = 7
t16 = 3 k16 / TI = 3.1/7 = 0,4286
t25 = 3 k25 / TI = 3.1,5/7 = 0,6429
t34 = 3 k34 / TI = 3.1/7 = 0,4286

= -(W1 . h1) / TI = -(1,2 . 4) / 7 = -0,6857

Tingkat atas  TI = 2 (k16 + k25 + k34) = 2 (1+1,5 + 1) = 7
t1A = 3 k1A / TII = 3.1/7 = 0,4286
t2B = 3 k2B / TII = 3.1,5/7 = 0,6429
t3C = 3 k3C / TII = 3.1/7 = 0,4286

= -{h2 (W1 + W2)} / TII = -{4 (1,2 + 2)} / 7 = -1,8286








C. Pemberesan momen parsiil, Momen displacement
Perbesaran momen parsiil langkah 1 dimulai dari titik (1) ke titik (2), (3), (4), (5), (6)dan dilanjutkan dengan pemberesan momen displacement langkah 1.

m11 = + m10 = 2,27270
= + (-1A) ( ) (-0,1818) (-1,8286) = 0,33244
= + (-12) ( ) (-0,1364) (0) = 0
= + (-16) ( + ) (-0,1818) {1,7857 +(-0,6857)} = -0,19998
m11 = 2,40516

m21 = + m20 = 0
= + (-21) ( ) (-0,0833) (2,40516) = -0,20035
= + (-2B) ( ) (-0,1667) (-1,8286) = 0,30482
= + (-23) ( (-0,0833) (-2,2727) = 0,18932
= + (-25) ( + ) (-0,1667) {0 +(-0,6857)} = -0,11431
m21 = 0,40810

m31 = + m30 = 2,27270
= + (-32) ( ) (-0,1364) (0,40810) = -0,05566
= + (-3C) ( ) (-0,1818) (-1,8286) = 0,33244
= + (-34) ( + ) (-0,1818) {(-1,7857) +(-0,6857)} = 0,44930
m31 = -1,54662

m41 = + m40 = -1,78570
= + (-43) ( + ) (-0,2857) {(-1,54662) +(-0,6857)} = 0,63777
= + (-45) ( ) (-0,2143) (0) = 0
m41 = -1,14792

m51 = + m50 = 0
= + (-54) ( ) (-0,1250) (-1,14792) = -0,14349
= + (-52) ( + ) (-0,2500) {(0,40810) + (-0,6857)} = 0,06940
= + (-56) ( ) (-0,1250) (1,7857) = -0,22321
m51 = -0,01032

m61 = + m60 = 1,78570
= + (-65) ( ) (-0,2143) (-0,01032) = 0,00221
= + (-61) ( + ) (-0,2857) {(2,40516) + (-0,6857)} = -0,49125
m61 = 1,29666
Untuk pemberesan momen displacement langkah 1, sebaiknya digunakan nilai-nilai dari hasil pemberesan momen parsiil langkah 1. Seperti yang dilakukan sebagai berikut :

Tingkat atas : Langkah. 1
= + = -0,68570
+(-t¬16) ( + ) = (-0,4286)(2,40516 +1,29666) = -1,58660
+(-t25) ( + ) = (-0,6429)(0,40810 - 0,01032) = -0,25573
+(-t34) ( + ) = (-0,4286) -1,54662 - 1,14792) = 1,15488
= -1,37315

Tingkat bawah : Langkah 1

= + = -0,82860
+ (-t¬1A) ( ) = (-0,4286) (2,40516) = -1,03085
+ (-t2B) ( ) = (-0,6429) (0,40810) = -0,26237
+ (-t3C) ( ) = (-0,4286) (-1,54662) = 0,66288
= -2,45894

Setelah pemberesan momen displacement pada langkah ke-l selesai, maka dilanjutkan kembali dengan rotasi momen parsiil pada langkah ke-2. Seperti pada langkah-1 yang dimulai dari titik 1 ke titik 2, 3, 4, 5 dan titik 6 kemudian pemberesan momen displacement kembali dilakukan untuk langkah ke-2 . Demikian seterusnya sampai dicapai hasil yang konvergen, seperti yang diperlihatkan pada skema perhitungan pada halaman berikut ini.

Catatan :
Sebenarnya, pemberesan rotasi momen parsiil dan rotasi momen displacemen tingkat, tidak perlu dilakukan sampai hasil yang betul-betul konvergen, akan tetapi apabila sudah mendekati tingkat konvergensi, maka rotasi momen sudah dapat dihentikan. Adapun mengenai tidak tercapainya keseimbangan momen pada suatu titik kumpul, kita akan lakukan koreksi momen dan mendistribusikannya ke batang-batang bersangkutan.



Perhitungan secara skematis dilakukan sesuai dengan rumusan yang telah dijelaskan/ diuraikan sebelumnya, seperti berikut ini:



= -0.68570 m60 = 1.78570 m50 = 0.00000 m40 =-1.78570
= -1.37315 m61 = 1.29666 m51 =-0.01032 m41 =-1.14792
= -1.84463 m62 = 1.37711 m52 = 0.16704 m42 = -0.97924
= -2.09335 m63 = 1.46663 m53 = 0.24751 m43 = -0.90842
= -2.21999 m64 = 1.51782 m54 = 0.28398 m44 = -0.86901
= -2.28394 m65 = 1.54446 m55 = 0.30162 m45 = -0.84774
= -2.31610 m66 = 1.55802 m56 = 0.31036 m46 = -0.83674
= -2.33225 m67 = 1.56488 m57 = 0.31472 m47 = -0.83115
= -2.34034 m68 = 1.56832 m58 = 0.31689 m48 = -0.82834
= -2.34439 m69 = 1.57005 m59 = 0.31799 m49 = -0.82692
= -2.34642 m610 = 1.57092 m510 = 0.31853 m410 = -0.82621
= -2.34744 m611 = 1.57136 m511 = 0.31880 m411 = -0.82586
= -2.34795 m612 = 1.57157 m512 = 0.31894 m412 = -0.82568
= -2.34821 m613 = 1.57168 m513 = 0.31901 m413 = -0.82559
= -2.34833 m614 = 1.57174 m514 = 0.31904 m414 = -0.82555
= -2.34840 m615 = 1.57176 m515 = 0.31906 m415 = -0.82553
= -2.34843 m616 = 1.57178 m516 = 0.31907 m416 = -0.82551
= -2.34845 m617 = 1.57179 m517 = 0.31907 m417 = -0.82551
= -2.34845 m618 = 1.57179 m518 = 0.31908 m418 = -0.82551
= -2.34846 m619 = 1.57179 m519 = 0.31908 m419 = -0.82550
= -2.34846 m620 = 1.57179 m520 = 0.31908 m420 = -0.82550


= -1.82860 m10 = 2.27270 m20 = 0.00000 m30 = -2.27270
= -2.45894 m11 = 2.40516 m21 = 0.40810 m31 = -1.54662
= -2.70961 m12 = 2.67797 m22 = 0.54629 m32 = -1.44185
= -2.83788 m13 = 2.77579 m23 = 0.62023 m33 = -1.35131
= -2.90224 m14 = 2.81797 m24 = 0.65860 m34 = -1.30089
= -2.93432 m15 = 2.83815 m25 = 0.67848 m35 = -1.27604
= -2.95033 m16 = 2.84805 m26 = 0.68865 m36 = -1.26383
= -2.95834 m17 = 2.85296 m27 = 0.69380 m37 = -1.25778
= -2.96235 m18 = 2.85540 m28 = 0.69640 m38 = -1.25476
= -2.96435 m19 = 2.85662 m29 = 0.67770 m39 = -1.25325
= -2.96536 m110 = 2.85723 m210 = 0.69835 m310 = -1.25249
= -2.96586 m111 = 2.85753 m211 = 0.69867 m311 = -1.25211
= -2.96611 m112 = 2.85769 m212 = 0.69884 m312 = -1.25192
= -2.96624 m113 = 2.85776 m213 = 0.69892 m313 = -1.25183
= -2.96630 m114 = 2.85780 m214 = 0.69896 m314 = -1.25178
= -2.99634 m115 = 2.85782 m215 = 0.69898 m315 = -1.25176
= -2.96635 m116 = 2.85783 m216 = 0.69899 m316 = -1.25174
= -2.96636 m117 = 2.85784 m217 = 0.69900 m317 = -1.25174
= -2.96636 m118 = 2.85784 m218 = 0.69900 m318 = -1.25173
= -2.96637 m119 = 2.85784 m219 = 0.69900 m319 = -1.25173
= -2.96637 m120 = 2.85784 m220 = 0.69900 m320 = -1.25173



D. Perhitungan Momen Akhir (design moment).
Dari hasil perhitungan pemberesan momen parsiil dan momen displacement secara skematis pada halaman depan, dicapai hasil konvergensi pada langkah ke - 20, dengan nilai-nilai sebagai berikut:
m120 = 2,85784 m220 = 0,69900 m320 = -1,25173 = -2,34846
m420 = -0,82550 m520 = 0,31908 m620 = 1,57179 = -2,96637
Untuk perhitungan besarnya momen-momen akhir dari struktur, selanjutnya dilakukan sebagai berikut: ( Lihat Persamaan 2. 4 pada halaman depan)
Titik. 1
M1A = k1A (2m1(20) + ) +
= 1 {(2 . 2,85784 + (-2,96637)} + 0 = 2,74931 tm
M12 = k12 (2m1(20) + m2(20)) +
= 0,75 (2 . 2,85784 +0,699) + (12,50) = -7,68899 tm
M16 = k16 (2m1(20) + m6(20)) + +
= 1 {(2 .+ 2,85784 + 1,57179+(-2,348646)}0 = 4,93901 tm
M = 0,00067 tm
Titik. 2
M21 = k21 (2m2(20) + ) +
= 0,75 {2 . 0,699+2,85784}+ 12,50 = 15,69188 tm
M2B = k2B (2m2(20) + ) +
= 1,5 {2 . 0,699+(-2,96637)} + 0 = -2,35256 tm
M23 = k23 (2m2(20) + m3(20)) +
= 0,75 {2 . 0,699+(-1,25173)}+(-12,50) = -12,39030 tm
M25 = k25 (2m2(20) + m5(20)) + )+
= 1,5 {2 . 0,699+0,31908+(-2,34846)}+0 = -0,94707 tm
M = 0,00195 tm
Titik. 3
M3C = k3C (2m3(20) + ) +
= 1 {2(-1,25173)+(- 2,96637)} + 0 = -5,46983 tm
M32 = k32 (2m3(20)+m2(20) +
= 0,75 {2 (-1,25173)+0,699} + 12,50 = 11,14666 tm
M34 = k34 (2m3(20) + m4(20) + )+
= 1{2(-1,25173)+(-0,82550)+(-2,34846)}+0 = -5,67742 tm
M = -0,00059 tm
Titik. 4
M43 = k43 (2m4(20) + m3(20) + )+
= 1 {2(-0,8255)+(- 1,25173) +(-2,34846)}+0 = -5,25119 tm
M45 = k45 (2m4(20)+m5(20) +
= 0,75 {2 (-0,8255)+0,31908} + 6,25 = 5,25106 tm
M = -0,00013 tm


Titik. 5
M52 = k52(2m5(20) + m2(20) + )+
= 1,5{2.0,31908+0,699+(-2,34846)}+ 0 = -1,51695 tm
M54 = k54 (2m5(20)+m4(20) +
= 0,75 {2 .0,31908)+(-0,8255)}+(-6,25) = -6,39051 tm
M56 = k56 (2m5(20)+m6(20) +
= 0,75 {2 .0,31908)+1,57179) + 6,25 = 7,90746 tm
M = 0,00000 tm
Titik. 6
M61 = k61(2m6(20) + m1(20) + )+
= 1{2.1,57179+2,85784+(-2,34846)}+ 0 = 3,65296 tm
M65 = k65 (2m6(20)+m5(20) +
= 0,75 {2 .1,57179 +0,31908)+(-6,25) = -3,65300 tm
M = -0,00004 tm
Dengan M yang relatif kecil sekali, maka pada dasarnya momen-momen ujung tersebut di atas tidak perlu dikoreksi ======= M  0
Titik. A
MA1 = kA1 (2mA(20) + m1(20) + + = 1{2.0 + 2,85784+(-2,96637)}+0 = -0,10853 tm
Titik. B
MB2 = kB2 (2mB(20) + m2(20) + + = 1,5 (2.0 + 0,699 +(-2,96637)}+0 = -3,40106 tm
Titik. C
MC3 = kC3 (2mC(20) +m3(20) + + =1{2.0 +(-1,25173)+(-2,96637)}+0 = -4,21810 tm

Gambar diagram freebody moment











Kontrol H = 0
-1/h2 - (W1 + W2) = 0
-1/4 - (1,2 + 2) = 0
-0,25 { 2,64078 + (-5,75362 + (-9,68793)} - (3,2) = 0
0,00019  0 Ok
Konstruksi dengan sokongan sendi.
Untuk konstruksi dengan sokongan sendi pada salah satu titik perletakannya, maka batang-batang yang berkumpul atau bertemu pada salah satu titik kumpul yang berhubungan dengan perletakan sendi tersebut, maka nilai p digunakan adalah ’ dimana :
’ =  - 1/2 k batang yang ujungnya sendi.
Dan  batang yang ujungnya sendi = ½ k batang yang ujungnya sendi / ’
Disamping itu, untuk batang yang ujungnya berupa sendi, dimana ada momen primer, maka pada perletakan sendi tersebut dianggap sebagai perletakan jepit dan momen-momen primernya disebut
Sebagai contoh:




Sehingga = -1/12 . q . L2 = 1/12 . q . L2
= - ½
dan  yang digunakan adalah ’, dimana ’1 = + + +
sehingga Momen rotasi awal m(0) = -’1/’1
dan design moment adalah M1A = k1A (3/2 m1(X)) + untuk balok 1A dan sendi di titik A serta M1A= k1A(3/2m1(X)+½ + ) + utk kolom1A sendi di titik A. jika diperlukan koreksi momen akibat adanya M, maka
M1A=M1A(X)-(3/4 k1A / ½ ’1)M dititik 1 ¾ : faktor sendi.
Sebagai contoh analisa, pada halaman berikut ini diberikan suatu contoh struktur portal dengan sokongan sendi dengan penyelesaiannya.

Contoh. 5
diketahui :
W1 = W2 = 1,2 t
kA1 = k14 = kB2 = k23 = 1
k12 = k34 = 0,75
h1 = h2 = 4 m
L = 5 m

Penyelesaian:
A. Menghitung momen-momen parsiil.
1. Angka kekakuan batang ( diketahui )
2. Nilai , , M primer,  dan momen rotasi awal (m0)
1 = 2(k1A + k12 + k14) = 5,5
2 = 2(k21+k2B+k23) = 5,5 ’2 = 2 – ½ k2B = 5,5 – ½ .1 = 5
3 = 2(k23 + k34) = 3,5
4 = 2(k43 + k41) = 3,5

1A = k1A/1 = 1/5,5 = 0,1818 ’2B= ½ k2B/’2= ½.1/5=0,1
12 = k12/1 = 0,75/5,5 = 0,1364 ’21=k21/’2= 0,75/5 = 0,15
14 = k14/1 = 1/5,5 = 0,1818 ’23= k23/’2 = 1/5 = 0,2

32 = k32/3 = 1/3,5 = 0,2857 43=k43/4 0,751/3,5=0,2143
12 = k12/1 = 0,75/5,5 = 0,1364 41= k41/4 = 1/3,5 = 0,2857

= -1/12 q L2 = -1/12 . 6 . 52 = -12,5 tm = 12,5 tm
= -1/12 q L2 = -1/12 . 3 . 52 = -6,25 tm = 6,25 tm

1 = + + = -12,5 tm 2 = + + = 12,5 tm
3 = + = 6,25 tm 4 = + = -6,25 tm
m10 = - (1/1) = -(-12,5 / 5,5) = 2,2727
m20 = - (2/’2) = -(12,5 / 5) = -2,5000
m30 = - (3/3) = -(6,25 / 3,5) = -1,7857
m40 = - (4/4) = -(-6,25 / 3,5) = 1,7857

B. Momen Displacement.

Tingkat atas  TI ¬ = 2 (k¬14¬ + k23) = 2 (1+1) = 4
t14 = 3 k14 / TI = 3 . 1/4 = 0,75 = -(W1.h1) / TI
t23 = 3 k23 / TI = 3 . 1/4 = 0,75 = -(1,2 . 4) / 4 = -1,2

Tingkat bawah TII = 2 (k1A + k2B) = 2 (1 + 1) = 4
T’II = TII – 3/2 . k2B = 4 – 3/2 . 1 = 2,5

t'1A = 3 k1A / T’II = 3.1 / 2,5 = 1,2 = -{h2 (W1+W2)} / T’II
t'2B = 3/2 k2B / T’II = 3/2 . 1 / 2,5 = 0,6 = -{4 (1,2 + 1,2)} / 2,5 = -3,84


C. Pemberesan momen parsiil Momen displacement
Pemberesan momen parsiil langkah 1 dimulai dari titik (1) ke titik (2), (3), (4) dan dilanjutkan dengan pemberesan momen displacement langkah 1. Berikut ini pemberesan momen parsiil langkah 1.
m11 = + m10 = 2,2727
= + (-1A) (mII0) (-0,1818) (-3,84) = 0,6981
= + (-12) (m20) (-0,1364) (-2,5) = 0,3410
= + (-14) (m40 +mI0) (-0,1818) {1,7857 + (-1,2)} = -0,1065
m11 = 3,2053

m21 = + m20 = -2,5000
= + (-’21) (m11) (-0,15) (3,2053) = -0,4808
= + (-’2B) (mII0) (-0,10) (-3,84) = 0,3840
= + (-’23) (m30 +mI0) (-0,20) (-1,7857 + (-1,2)) = 0,5971
m21 = -1,9997

m31 = + m30 = -1,7857
= + (-32) (m21 + mI0) (-0,2857) (-1,9997 + (-1,2)) = 0,9142
= + (-34) (m40) (-0,2143) (1,7857) = -0,3827
m31 = -1,2542


m31 = + m40 = 1,7857
= + (-43) (m31) (-0,2143) (-1,2542) = 0,2688
= + (-41) (m11) + (mI0) (-0,2857) (3,2053 + (-1,2)) = -0,5729
m41 = 1,4816

Setelah pemberesan momen parsiil langkah 1 selesai, selanjutnya pemberesan momen displacement langkah 1 dilaksanakan. Sebaiknya digunakan nilai-nilai dari hasil pemberesan momen parsiil pada langkah 1.
Untuk tingkat atas: Langkah. 1
= + = -1,2
+ (-t¬14) (m11 + m41) (-0,75) (3,2053 + 1,4816) = -3,5151
+ (-t23) (m21 + m31) (-0,75) (-1,9997 + (-1,2542)) = 2,4404
mI1 = -2,2747
Untuk tingkat bawah: Langkah. 1
= + = -3,84
+ (-t¬1A) (m11) (-1,2) (3,2053) = -3,8464
+ (-t2B) (m21) (-0,6) (-1,9997) = 1,1998
mI1 = -6,4866

Setelah pemberesan momen displacement pada langkah ke-1 selesai, maka dilanjutkan kembali dengan rotasi momen parsiil pada langkah ke-2. Seperti pada langkah-1 yang dimulai dari titik 1 ke titik 2, 3 dan 4 kemudian pemberesan momen displacement kembali dilakukan untuk langkah ke-2 . Demikian seterusnya sampai dicapai hasil yang konvergen, seperti yang diperlihatkan pada skema perhitungan pada halaman berikut ini.
Catatan:
Sebenarnya, rotasi momen parsiil dan rotasi momen displacemen tingkat tidak perlu dilakukan sampai hasil yang betul-betul konvergen, akan tetapi apabila sudah mendekati tingkat konvergensi, maka rotasi momen sudah dapat dihentikan. Adapun mengenai tidak tercapainya keseimbangan momen pada suatu titik kumpul, kita akan lakukan koreksi momen dan mendistribusikannya ke batang-batang bersangkutan sebanding dengan kekakuannya.


= -1.2000 m40 = 1.7857 m30 = -1.7857
= -2.2747 m41 = 1.4816 m31 = -1.2542
= -3.2391 m42 = 1.5360 m32 = -0.9602
= -3.8709 m43 = 1.6798 m33 = -0.7491
= -4.2381 m44 = 1.7921 m34 = -0.6306
= -4.4417 m45 = 1.8619 m35 = -0.5678
= -4.5522 m46 = 1.9017 m36 = -0.5346
= -4.6116 m47 = 1.9237 m37 = -0.5170
= -4.6434 m48 = 1.9356 m38 = -0.5077
= -4.6603 m49 = 1.9420 m39 = -0.5028
= -4.6692 m410 = 1.9454 m310 = -0.5002
= -4.6740 m411 = 1.9472 m311 = -0.4988
= -4.6765 m412 = 1.9482 m312 = -0.4981
= -4.6779 m413 = 1.9487 m313 = -0.4977
= -4.6786 m414 = 1.9490 m314 = -0.4975
= -4.6790 m415 = 1.9491 m315 = -0.4973
= -4.6792 m416 = 1.9492 m316 = -0.4973
= -4.6793 m417 = 1.9492 m317 = -0.4973
= -4.6793 m418 = 1.9493 m318 = -0.4972
= -4.6794 m419 = 1.9493 m319 = -0.4972
= -4.6794 m420 = 1.9493 m320 = -0.4972
= -4.6794 m421 = 1.9493 m321 = -0.4972



= -3.8400 m10 = 2.2727 m20 = -2.5000
= -6.4866 m11 = 3.2053 m21 = -1.9997
= -7.4472 m12 = 3.8689 m22 = -1.7259
= -7.9213 m13 = 4.1716 m23 = -1.5412
= -8.1664 m14 = 4.3213 m24 = -1.4321
= -8.2953 m15 = 4.3973 m25 = -1.3692
= -8.3634 m16 = 4.4366 m26 = -1.3341
= -8.3995 m17 = 4.4570 m27 = -1.3148
= -8.4186 m18 = 4.4677 m28 = -1.3045
= -8.4287 m19 = 4.4734 m29 = -1.2989
= -8.4341 m110 = 4.4764 m210 = -1.2960
= -8.4369 m111 = 4.4780 m211 = -1.2944
= -8.4384 m112 = 4.4788 m212 = -1.2936
= -8.4392 m113 = 4.4793 m213 = -1.2931
= -8.4397 m114 = 4.4795 m214 = -1.2929
= -8.4399 m115 = 4.4796 m215 = -1.2928
= -8.4400 m116 = 4.4797 m216 = -1.2927
= -8.4401 m117 = 4.4797 m217 = -1.2927
= -8.4401 m118 = 4.4797 m218 = -1.2926
= -8.4401 m119 = 4.4798 m219 = -1.2926
= -8.4401 m120 = 4.4798 m220 = -1.2926
= -8.4401 m121 = 4.4798 m221 = -1.2926


D. Perhitungan Momen Akhir (design moment).
Dari hasil perhitungan pemberesan momen parsiil dan momen displacement secara skematis pada halaman depan, dicapai hasil konvergensi pada langkah ke - 20 , dengan nilai-nilai sebagai berikut:
m120 = 4,4798 m220 = -1,2926 mI20 = -4,6794
m320 = -0,4972 m420 = 1,9493 mII20 = -8,4401
Untuk perhitungan besarnya momen momen akhir dari struktur, selanjutnya dilakukan sebagai berikut: ( Lihat Persamaan 4. 4 pada halaman depan )
Titik. 1
M1A= k1A (2m1(20)) + = 1{2.4,4798+(-8,4401)} = 0,5195 tm
M12 = k12 (2m1(20)) + ) +
= 0,75 {2. 4,4798+(-l,2926)}+(-12,50) = -6,7498 tm
M14 = k14 (2m1(20)) + ) +
= 1{2. 4,4798+l,9493+(-4,6794)} = 6,2295 tm
M = -0,0008 tm
Titik. 2
M2B= k2B (3/2m2(20)) + ½ = 1 {3/2(-1,2926) + (1/2.-8,4401)}
= -6,1590 tm
M21= k21 (2m2(20)) + ) +
= 0,75 {2.(-1,2926) + 4,4798} + 12,50 = -6,7498 tm
M23 = k23 (2m2(20)) + ) +
= 1{2.(-1,2926) +(-0,4972)+(-4,6794)} = -7,7618 tm
M = 0,0002 tm
Titik. 3
M32 = k3 (2m3(20)) + m2(20) +
= 1 (2.-0,4972 + -1,2926 + -4,6794 = -6,9664 tm
M3 4= k3 (2m2(20)) + ) +
= 0,75 {2.-0,4972 + 1,9493) + 6,25 = 6,9662 tm
M = -0,0002 tm
Titik. 4
M41 = k41 (2m4(20)) + m1(20) +
= 1 (2.1,9493 + 4,4798 + -4,6794 = 3,6990 tm
M43 = k43 (2m4(20)) + ) +
= 0,75 {2. 1,9493 + -0,4972) + -6,25 = -3,6990 tm
M = 0,0000 tm
Dengan AM yang relatif kecil sekali, maka pada dasarnya momen momen ujung tersebut di atas tidak perlu dikoreksi =======M  0
Titik A
MA1 = kA1 (m¬1¬(20)+ ) = 1{4,4798+(-8,4401)}= -3,9604 tm
MB2 = 0 ( perletakan sendi)

Kontrol  H = 0
-1/h2 - (-W1 + W2) = 0
-1/4 - (1,2 + 1,2) = 0
-0,25{(-3,4409+(-6,1590}- (2,4) = 0 0,00019  0 Ok
Gambar diagram freebody
















4.4 RANGKUMAN
Dari pembahasan rumusan - rumusan dasar berikut contoh - contoh soal dan penyelesaiannya, baik untuk konstruksi portal dengan titik hubung yang tetap maupun konstruksi portal dengan titik hubung yang bergerak (pergoyangan), dapat diambil suatu kesimpulan mengenai langkah-langkah perhitungan penyelesaian suatu portal sebagai berikut:
4.4.1 Portal dengan titik hubung yang tetap
Langkah-langkah perhitungan / penyelesaian
A. Menentukan Momen Parsiil.
1. Menghitung angka kekakuan batang (k).
2. Menghitung nilai p masing - masing titik hubung.
3. Menghitung nilai koefisien untuk rotasi momen parsiil () masing - masing batang.
4. Menghitung momen-momen primer ( ) masing - masing batang.
5. Menghitung jumlah momen primer () pada masing - masing titik hubung.
6. Menghitung momen rotasi awal (m0) pada masing - masing titik hubung.
B. Pemberesan Momen Parsiil.
Pemberesan momen parsiil dilakukan secara berurutan pada setiap langkah demi langkah pemberesan dan dihentikan setelah mencapai hasil yang konvergen.
C. Menghitung Momen Akhir (Design Moment).

4. 4. 2 Portal dengan titik hubung yang bergerak (pergoyangan)
Langkah-langkah perhitungan / penyelesaian
A. Menentukan Momen parsiil.
1. Menghitung angka kekakuan batang (k).
2. Menghitung nilai p masing - masing titik hubung.
3. Menghitung nilai koefisien untuk rotasi momen parsiil (  ) masing - masing batang.
4. Menghitung momen-momen primer ( ) masing - masing batang.
5. Menghitung jumlah momen primer () pada masing - masing titik hubung.
6. Menghitung momen rotasi awal (m0) pada masing - masing titik hubung.
B. Menghitung Momen Displacement ( ..).
1. Menghitung kekakuan tingkat (T...).
2. Menghitung koefisien rotasi tingkat (t...) pada masing - masing kolom.
3. Menghitung Momen Displacement awal tingkat ( ...0).
C. Pemberesan Momen Parsiil dan Momen Displacement.
Pemberesan momen parsiil dilakukan secara berurutan pada setiap langkah demi langkah pemberesan dan dihentikan setelah mencapai hasil yang konvergen. Pemberesan momen displacement dilakukan setiap selesai satu langkah pemberesan momen parsiil.
D. Menghitung Momen Akhir (Design Moment).
E. Kontrol gaya - gaya horizontal ======H = 0

2.5 SOAL-SOAL LATIHAN
Soal-soal berikut ini (lihat gambar), dapat anda kerjakan di rumah sebagai latihan. Besarnya nilai dari ukuran yang ada, beban terpusat P dan W maupun beban terbagi rata q dapat ditentukan sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Chu-Kia Wang, Ph.D, Mekanika Teknik “Statically Indeterminate Structure” Terjemahan

_________________, Analisa Struktur Lanjutan, Jilid 1, Jakarta, Erlangga, 1992.
¬Heinz Frick, Ir, Mekanika Teknik 2 (Statika dan Kegunaannya), Jilid II, Yogyakarta, Kanisius, 1979.
Soetomo. HM, Ir, Perhitungan Portal Bertingkat Dengan Cara Takabeya. Jilid I. Jakarta, Soetomo HM, 1981
_______, Perhitungan Portal Bertingkat Dengan Cara Takabeya. Jilid II. Jakarta, Soetomo HM, 1981
V. Sunggono. KH, Ir, Buku Teknik Sipil. Bandung, Nova, 1984.

Menyetel Theodolit

ara Menyetel Theodolit
Untuk menyetel theodolit, sebelumnya harus mengetahui dan memahami fungsi tiap-tiap bagian dari alat tersebut. Adapun cara mengaturnya adalah sebagai berikut :
1. Tempatkan tripod atau statip di atas titik ukur.
2. Injak sepatu statip agar melesak dalam tanah (jika di atas tanah), tinggi statip disesuaikan dengan orang yang akan membidik dan permukaan kepala (meja) statip diusahakan relatif datar.
3. Ambil pesawat dan letakkan pesawat pada landasan, kemudian dikunci dengan pengunci pesawat.
4. Mengatur unting-unting agar posisi sumbu I tepat di atas patok (titik ukur).
5. Tiga buah sekrup A,B,C, kita atur tingginya kira-kira setengah panjang as.
6. Sejajarkan teropong dengan dua buah sekrup A dan B (kedudukan I), kemudian sekrup diputar searah (jika masuk masuk semua; jika keluar, keluar semua), sambil dilihat kedudukan gelembung nivo tabung agar tepat di tengah-tengah skala nivo.
7. Putar teropong searah jarum jam, hingga kedudukan tegak lurus terhadap dua sekrup A,B, atau diputar 90˚ (kedudukan II), kemudian putar sekrup C (tanpa memutar sekrup A,B), masuk atau keluar sambil dilihat kedudukan gelembung pada nivo kotak agar tepat di tengah-tengah skala nivo.
8. Putar teropong searah jarum jam sehingga kedudukan sejajar sekrup A,B, atau diputar kira-kira 90˚ dan letakkan berlawanan dengan kedudukan I (kedudukan III), putar sekrup A,B, sehingga gelembung nivo tepat di tengah-tengah skala nivo.
9. Putar teropong searah jarum jam sehingga kedudukannya tegak lurus terhadap dua sekrup A,B, dan letakkan berlawanan dengan posisi II atau putar 90˚ (kedudukan IV), kemudian putar sekrup C tanpa merubah sekrup A,B masuk atau keluar agar gelembung nivo tabung tepat di tengah-tengah skala nivo.
10. Cek gelembung nivo tabung, apakah sudutnya tepat di tengah-tengah skala lingkaran nivo. Jika sudah, pesawat siap dioperasikan dan jika belum maka ulangi kegiatan f – i.
advertisements
Catatan :
Untuk memperoleh data di lapangan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Menempatkan pesawat pada posisi sudut 00˚00’00” yaitu arah utara bumi.
2. Menentukan titik awal yang akan dibidik (untuk mendapatkan azimuth awal).
3. Meletakkan baak ukur pada titik yang akan dibidik, arahkan teropong ke baak ukur dengan menggunakan visier untuk mempercepat mengarahkan ke obyek, jika sudah didapat titik yang dibidik, kuncilah klem aldehide horizontal.
4. Tepatkan benang tengah pesawat pada garis tengah baak ukur dengan bantuan sekrup penggerak aldehide horizontal sehingga kedudukan benang tegak pada pesawat segaris dengan garis tengah rambu (baak ukur). Jika obyek bidik (rambu) kurang jelas, maka gunakan sekrup pengatur fokus teropong agar rambu kelihatan jelas. Sedangkan untuk memperjelas benangnya dengan menggunakan sekrup pengatur ketajaman benang.
5. Membaca bacaan benang bawah, benang tengah, benang atasnya, kemudian baca bacaan sudutnya dan juga ukur tinggi alatnya.

Kapasitas Penampang Menahan Gaya Torsi

apasitas Penampang Menahan Gaya Torsi
Elemen beton selain menerima gaya lentur dan geser, juga mengalami gaya torsi. Torsi didefinisikan sebagai bahan yang menyebabkan elemen struktur terpuntir terhadap sumbu memanjang elemen. Contoh elemen struktur yang mengalami torsi antara lain adalah balok tepi dari suatu bangunan yang menerima beban dari satu sisi. Gaya torsi yang bekerja harus ditahan oleh tulangan geser dan tulangan memanjang.
advertisements

Menurut SK-SNI-T-15-1991-03, untuk struktur yang mengalami geser dan torsi, kuat torsi penampang beton adalah

untuk struktur yang mengalami aksial, kuat torsi penampang beton adalah

Dimana
Tc = Kuat torsi yang disumbangkan beton
Vu = Gaya lintang
Tu – Momen torsi luar
x = dimensi lebih pendek dari suatu segmen penampang
y = dimensi lebih panjang dari suatu segmen penampang
Nu = Gaya aksial, bernilai negatif untuk gaya aksial tekan
Nu/Ag dinyatakan dalam MPa
Ag = Luas bruto penampang
Ct = faktor yang menghubungkan sifat tegangan geser

Apabila gaya torsi yang terjadi lebih besar dari kuat torsi beton, maka perlu dipasang penulangan torsi

Dimana
Ts = Torsi yang mampu ditahan oleh tulangan geser torsi
At = Luas dari 1 kaki tulangan sengkang tertutup penahan torsi dalam jarak s
fy = tegangan leleh baja tulangan geser torsi
X1 dan Y1 = dimensi lebar dan tinggi dari tulangan geser tertutup penahan torsi
Tulangan memanjang penahan torsi selain tulangan geser untuk menahan torsi, diperlukan juga tulangan memanjang yang didistribusikan di sekeliling parameter sengkang tertutup.
Kebutuhan luasan tulangan memanjang penahan torsi adalah nilai terbesar dari

dan

Jika dihitung dengan persamaan terakhir, tidak boleh melebihi


Analisis Pondasi Dangkal
A. Anggapan Dasar
• Analisis fondasi dangkal dengan metode elastis plat fondasi dianggap kaku sempurna (tidak melengkung), plat fondasi boleh mengalami penurunan, miring akibat beban yang bekerja sedangkan tanah tidak mampu menahan beban tarik
• Plat fondasi kaku (tidak lentur), jika lentur terjadi perubahan bentuk mengakibatkan retak pada komponen betonnya, jika kemasukan air semakin parah akan terjadi perlemahan beton penyusunnya, sehingga anggapan fondasi kaku lebih aman
advertisements
B. Jenis Beban
1. Beban terbagi rata q kN/m2
σ = qtotal = q1 +q2 + q3
a). Beban lantai (q1)
b). Beban di atas pelat fondasi (q2)
c). Beban pelat fondasi (q3)
Jumlah beban terbagi rata yang bekerja pada plat fondasi q total = q1 + q2 + q3
2. Beban titik
a) Beban titik sentris (P) : jika beban bekerja dipusat luasan dasar fondasi, yang termasuk beban titik sentris adalah resultan beban-beban yang bekerja pada kolom fondasi.
Reaksi tanah akibat beban yang bekerja : σ = ( P/A)
b) Beban titik eksentris (P) : jika beban tidak bekerja dipusat luasan dasar fondasi

3. Momen
Perjanjian :
Pusat berat dasar fondasi O
Momen berputar terhadap pusat berat fondasi (O)
Momen yang bekerja searah jarum jam bertanda (+)
Momen yang bekerja berlawanan arah jarum jam bertanda (-)
Momen yang berporos sb. Y = My
Momen yang berporos sb. X = Mx
Lebar fondasi arah sb. X = B
Lebar fondasi arah sb. Y = L
Reaksi melawan beban (momen); momen kearah kanan, reaksi kearah kiri